Rasulullah dan Harga di Pasar

Rasulullah saw ketika berhijrah ke Madinah, peran beliau bertambah menjadi seorang pengawas pasar (al muhtasib) dimana perannya ialah menjaga pasar dari distorsi dan menjamin keberlangsungan mekanisme pasar secara adil. Maka Rasulullah tidak pernah mengintervensi pasar dalam bentuk menentukan harga pada pasar sebab hal tersebut akan menimbulkan ketidakadilan pasar. Baik bagi produsen ataupun konsumen dimungkinkan bisa mengalami kerugian jika intervensi harga dilakukan. Hal ini tidak dilakukan oleh Rasulullah karena beliau menganggap bahwa kenaikan yang terjadi pada harga murni disebabkan dari mekanisme permintaan dan penawaran, atau gejolak di pasar itu sendiri. Maka hal ini masih dianggap wajar sehingga tidak perlu menetapkan harga jika naik ataupun turun. Ada satu riwayat mengenai hal ini. Saat terjadi kenaikan harga, sahabat berkata,” Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kami!” beliau menjawab,”Allah itu oenentu harga, penahan, pencurah, serta pepmebri rizki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalah hal darah dan harta.” (Diriwayatkan oleh 6 imam hadits yang utama, kecuali An Nasa’i)Berbeda halnya yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah. Pada dasarnya Ibnu Taimiyah tidak menghendaki penetapan harga baik dalam bentuk regulasi atau ditetapkan secara sengaja oleh pedagang yang dimaksudkan untuk mengeksploitasi keuntungan dari konsumen, jika penetapan itu membuat kezaliman diantara kaum muslimin. Tetapi pada kondisi tertentu Ibnu Taimiyah berpendapat dibolehkan ditetapkan harga oleh pemerintah (regulasi harga). Pada intinya Ibnu Taimiyah merekomendasikan untuk menetapkan harga dikarenakan timbul adanya penipuan dan kezaliman terhadap masyarakat yang membutuhkan bahan atau kebutuhan pokok tetapi tidak sanggup untuk memperolehnya karena tingginya harga yang ditetapkan pedagang dengan maksud menipu demi meraup keuntungan yang tidak sah.

Intervensi harga dan waktu diberlakukannya

Intervensi harga merupakan bentuk ‘campur tangan’ pihak di luar mekanisme pasar dalam menetapkan harga di pasar. Identik memang dilakukan oleh pemerintah dalam suatu negara. Intervensi harga dalam islam pada dasarnya tidak diperbolehkan jika tidak memenuhi segala syarat diperbolehkannya penetapan harga. Sebagaimana Rasulullah saw saat menjadi pengawas pasar (al hisbah), beliau tidak menetapkan harga meskipun terjadi lonjakan harga. Sebab rasulullah memandang perubahan harga tersebut merupakan hasil dari mekanisme pasar (kekuatan permintaan dan penawaran).


Waktu diberlakukannya intervensi harga


harus memenuhi syarat sebagai berikut (sebagaimana Ibnu Taimiyah) :

1.
Ketika harga yang berlaku bukan pada posisi harga yang adil. Sebab yang paling utama menurut Ibnu Taimiyah adalah jika ketidakadilan harga disebabkan ada perubahan harga (naik atau turun) bukan disebabkan dari tarik menarik antara kekuatan permintaan (demand) dan penawaran (supply). Tetapi disebabkan karena penipuan dari pedagang yang menimbulkan kezaliman.
2.
Ketika dalam keadaan darurat. Seperti ketika terjadi bencana kelaparan.
3. Ketika ada kebutuhan dari sejumlah besar masyarakat terhadap suatu barang yang termasuk bahan pokok tetapi pedagang menetapkan harga yang terlalu tinggi, sehingga masyarakat tidak mampu membeli bahan pokok tersebut[1].
4. Ketidaksempurnaan pasar. Contohnya apabila terjadi monopoli terhadap makanan dan barang kebutuhan dasar sehingga monopolis semaunya menetapkan harga yang dapat menzalimi masyarakat.
5. Menyerupai monopsoni. Yaitu antara pedagang dengan pembeli membuat perjanjian untuk menjual barang pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga dapat memperoleh harga yang lebih rendah.
6.
Diputuskan oleh pemerintah dengan musyawarah. [2]



[1] Ibnu Taimiyah mengatakan,” Inilah saatnya bagi penguasa untuk memaksa seseorang menjual barang-barangnya pada harga yang adil ketika masyarakat sangat membutuhkannya. Misalnya, ketika memiliki kelebihan bahan makanan sementara masyarakat menderita kelaparan, pedagang akan dipaksa untuk menjual barangnya pada tingkat harga yang adil.”

[2] Ibnu Taimiyah berkata,” Imam (penguasa) harus menyelenggarakan musyawarah dengan para tokoh yang merupakan wakil dari para pelaku pasar. Anggota masyarakat lainnya juga diperkenankan menghadiri musyawarah tersebut sehingga dapat membuktikan pernyataan mereka. Setelah melakukan musyawarah dan penyelidikan terhadap pelaksanaan transaksi jual-beli mereka, pemerintah harus meyakinkan mereka pada suatu tingkat harga yang dapat membantu mereka dan masyarakat luas, hingga mereka menyetujuinya. Harga tersebut tidak boleh ditetapkan tanpa persetujuan dan izin mereka.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi