Rasulullah dan Harga di Pasar

Intervensi harga dan waktu diberlakukannya
Intervensi harga merupakan bentuk ‘campur tangan’ pihak di luar mekanisme pasar dalam menetapkan harga di pasar. Identik memang dilakukan oleh pemerintah dalam suatu negara. Intervensi harga dalam islam pada dasarnya tidak diperbolehkan jika tidak memenuhi segala syarat diperbolehkannya penetapan harga. Sebagaimana Rasulullah saw saat menjadi pengawas pasar (al hisbah), beliau tidak menetapkan harga meskipun terjadi lonjakan harga. Sebab rasulullah memandang perubahan harga tersebut merupakan hasil dari mekanisme pasar (kekuatan permintaan dan penawaran).
Waktu diberlakukannya intervensi harga
harus memenuhi syarat sebagai berikut (sebagaimana Ibnu Taimiyah) :
1. Ketika harga yang berlaku bukan pada posisi harga yang adil. Sebab yang paling utama menurut Ibnu Taimiyah adalah jika ketidakadilan harga disebabkan ada perubahan harga (naik atau turun) bukan disebabkan dari tarik menarik antara kekuatan permintaan (demand) dan penawaran (supply). Tetapi disebabkan karena penipuan dari pedagang yang menimbulkan kezaliman.
2. Ketika dalam keadaan darurat. Seperti ketika terjadi bencana kelaparan.
3. Ketika ada kebutuhan dari sejumlah besar masyarakat terhadap suatu barang yang termasuk bahan pokok tetapi pedagang menetapkan harga yang terlalu tinggi, sehingga masyarakat tidak mampu membeli bahan pokok tersebut[1].
4. Ketidaksempurnaan pasar. Contohnya apabila terjadi monopoli terhadap makanan dan barang kebutuhan dasar sehingga monopolis semaunya menetapkan harga yang dapat menzalimi masyarakat.
5. Menyerupai monopsoni. Yaitu antara pedagang dengan pembeli membuat perjanjian untuk menjual barang pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga dapat memperoleh harga yang lebih rendah.
[1] Ibnu Taimiyah mengatakan,” Inilah saatnya bagi penguasa untuk memaksa seseorang menjual barang-barangnya pada harga yang adil ketika masyarakat sangat membutuhkannya. Misalnya, ketika memiliki kelebihan bahan makanan sementara masyarakat menderita kelaparan, pedagang akan dipaksa untuk menjual barangnya pada tingkat harga yang adil.”
[2] Ibnu Taimiyah berkata,” Imam (penguasa) harus menyelenggarakan musyawarah dengan para tokoh yang merupakan wakil dari para pelaku pasar. Anggota masyarakat lainnya juga diperkenankan menghadiri musyawarah tersebut sehingga dapat membuktikan pernyataan mereka. Setelah melakukan musyawarah dan penyelidikan terhadap pelaksanaan transaksi jual-beli mereka, pemerintah harus meyakinkan mereka pada suatu tingkat harga yang dapat membantu mereka dan masyarakat luas, hingga mereka menyetujuinya. Harga tersebut tidak boleh ditetapkan tanpa persetujuan dan izin mereka.”
Komentar
Posting Komentar