Pesona Depok ; Sesaat, Ketika dan Pasca Ramadhan

Depok. Kota yang menjadi bagian dari Jawa Barat ini adalah kota tempatku tinggal kini. Di Bojongsari tepatnya. Kecamatan hasil pemekaran dari kecamatan sawangan belum lama.

Kurang lebih selama 10 tahun tinggal di depok, begitu banyak yang diperoleh dan diketahui. Dari bidang politik, sosial, budaya, ekonomi dan kemasyarakatan. Dinamika sosialnya juga sangat terlihat jelas. Ini saya perkirakan karena depok juga bagian dari kota metropolitan. Dimana beberapa pusat bisnis, pendidikan, industri juga ada di sini. Struktur masyarakat yang cenderung heterogen. Datang dari berbagai wilayah di Indonesia.

Carut marut di kota depok juga sedikitnya pernah terjadi. Politik misalnya. Pemilihan Walikota Depok periode 2005-2010 punya fenomenanya sendiri kala itu. Saling menghujat. Tuduh sana sini. Dan konflik antar golongan-golongan. Di bidang pendidikan pun demikian. Pelajar yang masih bau kencur sok menampakkan jati dirinya pada pelajar lain. Tapi dengan cara-cara yang kerdil. Cara-cara yang mempertontonkan laiknya sampah masyarakat. Tawuran. HHhhh. Begitulah kota depok. Saya yakin sosial kemasyarakatannya juga demikian. Irisan antar budaya juga kadang menimbulkan ketegangan. Dan secara makro, semua lini itu menampakkan wajah kota depok. Dengan segala keunggulan dan keburukannya. Dan akhirnya, ia dinilai dan dikomparasikan dengan kota atau kabupaten lain. Baik tidaknya tentunya bisa karena hasil komparasi wilayah kota depok tetap jauh lebih baik, atau juga karena ada standar nilai yang jadi acuan.

Sesaat sebelum ramadhan ini. Ada banyak ketegangan dan kekacauan jika mau diinventarisir satu per satu. Meregangnya hubungan interpesonal, hubungan kekerabatan dan hubungan kekeluargaan. Dan yang sering menjadi banyak persoalan adalah hubungan antara warga dengan pejabat setempat. Tabir yang kini tidak lagi menghijab segala aib berkaitan kota depok, adalah buah dari perilaku kita sebagai warga depok. Akhlak individu-individu itu menyatu menjadi akhlak kolektif. Yang baik buruknya sangat ditentukan oleh dominasi akhlak diantara keduanya. Jika baik akhlak kolektifnya, maka bisa diambil kesimpulan bahwa akhlak sosial masyarakat kota depok adalah baik. Jika sebaliknya, maka sebaliknya pulalah.

Degradasi moral masyarakat, pelajar, pejabat merupakan problem utama. Tata kelola pemerintahan yang buruk. Ketidakharmonisan masyarakat. Kriminalitas yang begitu tinggi. Pelajar yang hingga kini banyak di kalangan mereka masih tak pernah belajar. Belajar tentang dirinya, kondisi lingkunganna dan bangsanya. Kepentingan politik sesaat. Yang lebih tepat politik sesat. Dan segala macam problem-problem lain. Adalah karena ada hulu yang bermasalah. Ada cacat yang akut hingga jadi borok. Akhlak. Ya, akhlak. Jika ada sedikit orang yang menunjukkan hal yang demikian, boleh jadi cuma kamuflase. Tapi mudah-mudahan tidak. Begitulah sesaat sebelum ramadahn tahun ini tiba.

Setidaknya Saya, Anda dan kita semua masih begitu yakin bahwa kota ini masih bisa jauh lebih mempesona dibanding hari kemarin. Atau, paling minimal semua problem di atas bisa diminimalisir secara maksimal. Hingga sekalipun ada kriminalitas, ketegangan sosial dan kepentingan politik semu adalah hal yang minor. Tidak mendominasi. Dan semakin hari semakin berkurang secara signifikan. Amin. Waah, indahnya. Maka, apa yang menjadi kesadaran bersama ini, sepatutnya pula menjadi agenda amal bersama. Sebab apa? Sebab, masing-masing individu di kota ini punya kontribusi menentukan citra kota kita di mata nasional Mungkin juga internasional. Nah, karena saya, Anda dan kita semua telah menyadari, maka sadari pula bahwa di depan mata telah menunggu momentum merestrukturisasi tatanan sosial kemasyarakatan kita. Momentum memperbaiki citra kita. Momentum merevitalisasi peranan warga di kota depok. Dan momentum untuk mereduksi segala bentuk kriminalitas. Dan momentum itu kini dekat. Ramadhan.

Memahami bahwa keinginan-keinginan kita terhadap kota depok yang lebih makmur juga harus disupport (dukung) dengan kapasitas kita yang sama besarnya dengan keinginan-keinginan demikian. Mau diserahkan kepada pemerintah daerah saja? Tidak. Tidak akan cukup. Dan jika pun berhasil, bisa ditelusuri, sejauhmana pemkot mengupayakannya. Dan dipastikan jangka waktu pasti lama. Ramadhan tahun ini setidaknya bisa jadi mihrab warga kota depok untuk semakin mengendalikan dirinya tentang hawa nafsunya. Penggalan aktivitasnya adalah hamparan sajadah dimana ia dengan Tuhannya begitu dekat. Dimanapun dan kapanpun. Dan saat-saat berakhirnya masa momentum itu, adalah masa dimana semua individu di kota kebanggannya ini, telah menjadi manusia yang matang, mapan dan cerdas mengelola akhlaknya. Hingga waktunya benar-benar berakhir (ramadhan), memancarlah pesona akhlak semua individu yang merepresentasikan pesona kotanya. Indah, damai, dan makmur. Dan muara dari semua optimalisasi kerja-kerja ibadah di bulan ramadhan, kita sangat yakin orang-orang di sekitar kita akan mengatakan dengan tegas bahwa Depok Peduli, Depok Berbagi, Depok Selalu Di Hati. Semoga.

Erwin Setiawan
Mahasiswa Prodi Akuntansi Syariah STEI SEBI Kampus Depok

Slide 4
"LombaBlogDepok 17 Juli – 17 September 2010"


Komentar

  1. Moga semangat Romadhon kemarin bisa tercermin untuk bulan2 berikutnya ya, sampe ketemu romadhon lagi... semoga.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi