65 Tahun Cintamu Palestina Untuk Indonesiaku; Semoga Berbalas

Duhai Palestina,

65 tahun sudah kau mencintai kami. 65 tahun sudah kau selalu memberi semangat untuk kami. 65 tahun sudah kau ikat jiwamu dengan tali cinta ukhuwah dengan kami. 65 tahun sudah kau gemakan takbir yang terdengar lirih di telinga kami. 65 tahun sudah kau tumpah ruahkan perasaan yang tak harap balas dari kami. Dan 65 tahun sudah kau riwayatkan sejarah dan jalan panjang perjuangan ilahi yang diparadekan tidak hanya untuk dunia, tapi juga untuk kami. Ya. Untuk kami bagimu Palestina.


Duhai Palestina


Barangkali kau memang jauh lebih mengerti apa arti cinta itu. Meskipun cinta sulit didefinisikan, tapi kau memberi makna cinta yang menghadirkan pikir kami untuk bisa mendefinisikannya. Bahwa cintamu, definisi darimu, menyatakan bahwa cinta bagimu itu mungkin apa yang jadi definisi Anis Matta, bukan definisi, tapi lukisan. Ia disentuh sebagai sebuah situasi manusiawi, dengan detil-detil nuansa yang begitu rumit. Tapi dengan pengaruh yang terlalu dahsyat. Dan bagiku, pengaruh itulah isyarat cintamu padaku, pada kami. Indonesia.


Duhai Palestina


Nyatanya Kau lebih mengerti kombinasi antara perang dengan cinta. Kenyataan bahwa dirimu kini sedang berperang, aku tetap yakin ada cinta yang jadi motif direlung-relung hatimu. Allah, Rasulullah, Syuhada dan Tanah air. Itu. Pikirku. Fakta kau berperang untuk mempertahankan wilayah, itu Cuma persoalan sekunder. Tapi kebenaran relung hatimu menampakkan pada pola perang yang kini terlihat, adalah murni meninggikan kalimat Allah. Menggemakannya. Memuliakannya.


Duhai Palestina


Ketahanan dirimu berperang sejak leluhurmu dahulu hingga sekarang, memberikan bukti dan hikmah bagiku, bahwa antara haq dan bathil sejak dahulu memang selalu begitu. Perang. Jika tidak perang fisik, maka perang jenis lain jadinya. Tapi kaidah asasinya adalah perang. Dan kini kau, Palestina, sedang mengalami itu. Dan kini aku, hanya bisa diam. Tak melakukan apa-apa. Jikapun melakukan, aku hanya bisa menginfakkan sebagian hartaku dan sebagian kesempatan do’aku untukmu. Untuk keselamatanmu. Untuk anak-anakmu. Untuk negerimu. Negeri suci. Negeri para nabi.


Duhai Palestina


Hari ini kami merayakan kemerdekaan negeri kami. 65 tahun sudah. Yang dalam dinding sejarah negeriku dan juga negerimu tertulis bahwa kita dulu pernah saling cinta. Saling mendukung. Saling mengakui. Dan kau. Kau yang ucapkan lebih dulu pada negeriku. Padahal kau sendiri belum lagi bebas merdeka. Padahal kau sendiri, di malam-malam sunyimu, masih saja terjaga. Tapi begitulah cintamu. Yang aku begitu yakin kau tak pernah harap balas dari negeriku. Karena kau mencintai negeriku hanya karena Allah. Tuhanmu. Tuhanku. Tuhan alam semesta kita.


Duhai Palestina


Izinkan aku untuk berkontemplasi tentang “tanah syurga” yang barangkali Allah berikan terlalu cepat ini. Yang kini aku khawatir tidak lagi bisa menginjakkannya lagi kelak setelah aku dan kau bertemu di hadapanNya. Yang akupun yakin bahwa kau disana tak sedkitpun khawatir soal itu. Sebab cintamu tak pinta balas dariku. Dari negeriku. Kau hanya pinta itu dari Allah, dengan balasan Janji CintaNya, SYURGA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi