Kembangkan UKM Depok Dengan BMT

Sudah jadi pemahaman umum bahwa Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro non-bank yang punya akses yang sangat mudah dijangkau oleh pengusaha mikro untuk memperoleh pembiayaan. Menurut konsepnya BMT merupakan lembaga yang mencakup dua jenis kegiatan yaitu, pertama kegiatan mengumpulkan kekayaan dari berbagai sumber dalam bentuk zakat, infaq, dan sedekah serta dana-dana lain yang penyalurannya diberikan kepada yang berhak dalam mengurangi dan mengatasi kemiskinan. Kedua, kegiatan komersil yang menumbuhkan dari sisi ekonomi. (Muhammad Ridwan)
Kemunculan BMT di Indonesia pada tahun 1992 dengan jumlah lebih dari 300 BMT. Kemudian mencatat prestasi gemilang ketika Indonesia dilanda krisis keuangan Asia pada tahun 1998. Dengan jumlah lebih kurang 2000 unit BMT tahun 2006 semakin memantapkan posisinya sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang dikelola secara adil, jujur, dan transparan.
Diantara sekian bukti kesuksesan lembaga keuangan ini, telah mengembalikan wacana umum bagi masyarakat, akademisi, ekonom dan praktisi bahwa pertumbuhan ekonomi secara makro merupakan agregat dari pertumbuhan ekonomi secara mikro. Sehingga penguatan usaha mikro semakin menjadi agenda yang harus dan dituntut dalam suatu bangsa untuk memenuhinya. Memakmurkan rakyat dengan konsep-konsep yang meniadakan unsur ketidakadilan, penipuan, dan kecurangan. Kembali pada tujuan didirikannya BMT adalah untuk dapat meningkatkan kualitas usaha ekonomi yang mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat umum. Ini sudah dibuktikan oleh beberapa sampel BMT terbaik yang ada di negeri ini dari sekian banyak kesuksesan BMT yang telah menerapkan prinsip-prinsip syariah dan juga telah memiliki aset yang cukup menggembirakan.
Salah satunya BMT At Taqwa yang berkantor di perumahan Direktorat Jenderal pajak, kemanggisan Jakarta Barat. BMT ini telah berdiri sejak 1 Oktober 1994 dengan modal awal Rp. 23 juta. Porsi untuk aset kerja sebesar RP. 13 juta dan modal operasional sebesar Rp.10 juta. Awal mula didirikannya BMT ini, nasabah penabung sudah terkapitalisasi dananya hingga mencapai Rp. 20 juta. Pada tahun 2004 sudah beraset lebih dari Rp. 3 miliar sejak sebelumnya mengajukan untuk berbadan hukum koperasi di bawah Departemen Koperasi dan UKM Republik Indonesia (sekarang Kementerian Koperasi dan UKM). Pada tahun 2009 asetnya telah mencapai Rp. 5,5 miliar dengan modal kerja Rp. 360 juta. Tingkat bagi hasil yang diperoleh penabung bisa mencapai level 105. Kemudian bagi hasil yang diterapkan ketika membiayai usaha mikro disepakati secara bersama. Produk pinjaman yang dimiliki BMT At Taqwa diantaranya, pembiayaan mudarabah (investasi), musyarakah (bisnis), murabahah (jual-beli) dan qardhul hasan (pinjaman lunak). Kemudian untuk produk simpanan meliputi simapanan pendidikan, simpanan pernikahan, simpanan qurban, hari raya, dan simpanan berjangka.
Salah satu bentuk penerapan transparansi keuangan, BMT At Taqwa memberikan laporan atau informasi saldo nasabah setiap tiga bulan sekali, sehingga nasabah terlayani dengan baik.
Berikut adalah contoh lain dari kesuksesan BMT yang dimiliki negeri kaya ini :
Daftar Sampel BMT Indonesia
Nama BMT | Pendirian | Kantor Pusat | Jumlah Nasabah | Produk | Kantor Cabang |
BMT Tamziz | 1992 | Wonosobo, Jawa Tengah | 2000 orang | - Pembiayaan Investasi berjangka mudarabah (ijabah) - Simpanan Simpanan memudahkan Transaksi (Mutiara) | 24 unit |
BMT Al Ikhlas | 1995 | Universitas Gajah Mada, Yogyakarta | 11000 orang | - Pembiayaan Mudharabah, murabahah, ijarah, qardhul hasan. - Simpanan Berjangka, mudarabah (sewaktu-waktu bisa diambil), den pendidikan | 8 unit |
Sumber: Kontan Edisi Khusus Bulan April – Mei 2009
Sebagaimana yang telah menjadi amanat konstitusi Republik Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa ekonomi Indonesia berlandaskan ekonomi kerakyatan dengan menitikberatkan pada ekonomi mikro (koperasi, lembaga keuangan mikro dan sebagainya), maka pertumbuhan BMT yang saat ini masih mengacu pada badan hukum perkoperasian menjadi salah satu agenda yang harus tetap didukung dan dikembangkan untuk mensejahterakan rakyat dengan cara-cara yang baik dalam rangka mencapai tujuan yang baik pula.
Nah, dalam konteks kewilayahan, setiap kelurahan atau desa idealnya memang memiliki lembaga keuangan syariah ini (BMT) atau bentuk lembaga keuangan sejenis, seperti koperasi. Unit-unit ekonomi kecil dan mikro di daerah sangat banyak membutuhkan dana-dana segar untuk melebarkan sayap bisnis menjadi lebih luas dan ekspansif. Namun, kebutuhan dana ini seringnya sulit terakses oleh UKM-UKM. Rata-rata UKM adalah unbancable (tidak memenuhi kelayakan menerima kredit atau pembiayaan dari perbankan). Sebab perbankan mensyaratkan laporan keuangan yang terstandarisasi. Kemudian dana pengajuan kredit minimal yang cukup tinggi. Dan, diharuskannya unit ekonomi menjamin kontinuitas usaha berikut keuntungannya. Hal ini yang jadi sebab UKM sulit mengakses lembaga intermediasi keuangan. Ditambah kemauan pemerintah daerah atau pusat memberikan stimulus kredit usaha terhadap perkembangan UKM tidak kunjung membaik.
Kini Depok sebagai kota metropolitan, industri kreatif kedaerahan perlu dikembangkan. Problem-problem seperti tidak ahlinya SDM dalam mengembangkan bisnis, permodalan yang sulit diakses, dan sebaran maupun akses pasar yang masih sulit. Kabarnya memang Pemkot Depok menggandeng mall-mall untuk memasarkan produk-produk kreatif UKM. Namun, problem akses pasar ini tidak terlalu signifikan diatasi dengan kerjasama tersebut. Kemudian, terkait dengan SDM pemkot Depok sudah mencoba memberikan rangkaian pelatihan-pelatihan dalam memperkaya keahlian dalam strategi pengembangan UKM.
Dalam mengatasi problem akses modal bagi UKM, pemkot belum kelihatan melakukan upaya-upaya yang menstimulus UKM untuk dapat mendapatkan modal dengan mudah dari pundi-pundi dana di perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Dalam jangka pendek memang belum akan terasa dampaknya apabila masalah sulitnya akses modal ini tidak menjadi agenda penting Pemerintah Kota. Tetapi, yakin bahwa dalam jangka panjang industri kreatif lokal atau UKM akan mengalami stagnasi dan bahkan menurun. Sekiranya pemkot bisa memprioritaskan pertumbuhan ekonomi daerah menjadi agenda utama pemerintah. Terutama dalam upaya-upaya untuk mengembangkan UKM ke depan. Hal ini sebenarnya sudah menjadi kewajiban pemerintah. Yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Pengembangan UKM. Bahwa pemerintah wajib memberi fasilitas serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing usaha mikro, kecil maupun menengah.
Dinas Pasar, Koperasi dan UKM menunjukkan jumlah UKM di Kota Depok yaitu sejumlah 2400 unit ekonomi, yang terdiri dari 2.352 pedagang kecil dan 48 usaha menengah. Patutnya pemerintah dalam jangka pendek bisa tetap mempertahankan jumlahnya dan pada saat yang sama juga menjamin keberlangsungan usahanya. Dan dalam jangka panjang pemerintah perlu menstimulus penambahan dan pengembangan UKM. Terutama yang cukup penting adalah akses modal yang mudah.
Berdasarkan hal di atas, BMT sangat memungkinkan untuk mengatasi sulitnya akses modal UKM itu. Berpedoman terhadap visi BMT untuk mewujudkan kualitas masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera dengan mengembangkan lembaga dan usaha BMT dan POKUSMA yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian. Hal ini sangat sejalan pula dengan tujuan pengembangan UKM, yaitu mensejahterakan masyarakat. BMT yang kegiatannya mengelola simpan pinjam berdasarkan prinsip syariah, menjadi solusi kebutuhan masyarakat yang tidak hanya menghindari dari jeratan rentenir tetapi juga solusi bagi masyarakat yang menginginkan transaksi keuangannya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sebagaimana syariah mengaturnya. Penentuan besarnya hasil yaitu sesudah berusaha atau sesudah adanya keuntungan yang diperoleh UKM. Bukan sebelumnya layaknya dengan sistem bunga (riba). Proporsi yang akan diperoleh dari keuntungan ditentukan di awal, dan disepakati secara bersama. Nah, ini yang sangat istimewa. Bahwa jika sekalipun UKM mengalami kerugian, maka hal itu akan ditanggung bersama oleh BMT dan UKM sebagai peserta pembiayaan. Namun, tetap harus ditelusuri apakah disebabkan dengan sengaja atau tidak. Unit-unit ekonomi yang mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT, tentunya akan ada program asistensi (pendampingan/pembinaan) pengelolaan usaha. Ini sangat menggembirakan. Hubungan antara BMT dengan masyarakat adalah hubungan kemitraan dan saling tolong menolong. Tidak semata hubungan antara kreditor dengan debitor. Keberlangsungan usaha pun menjadi prioritas BMT untuk membina masyarakat, khususnya UKM untuk mengembangkan bisnisnya agar meraih benefit yang maksimal. Sehingga keberhasilan usaha merupakan perhatian bersama antara BMT dan UKM. UKM-UKM yang unbancable setidaknya bisa terakomodasi di BMT untuk mendapatkan modal usaha.
Pendirian BMT tidak sesulit mendirikan bank perkreditan rakyat atau lembaga keuangan lainnya. Pemrakarsa bisa dilakukan sendiri atau lebih. Interval modal kurang lebih sekitar 20 – 30 juta rupiah. Namun, untuk di tingkat desa dimungkinkan sekitar 10 – 20 juta rupiah saja. Pemrakarsa yang lebih dari satu, misalnya 2, 5, atau bahkan 10 orang, tidak diharuskan adanya kesamaan kontribusi modal saat pendirian. Maksudnya diperbolehkan masing-masing pemrakarsa itu menyetorkan modal awal semampunya, tetapi bisa mencapai modal awal minimal. Dalam pendirian BMT pun agar lebih mudah, tentunya harus didukung dan harus mendapat peran serta dari pejabat setempat, tokoh masyarakat, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, ormas, yayasan sosial dan lainnya.
Maka, dalam hal ini upaya-upaya untuk mengembangkan UKM adalah patut disadari bersama oleh pemerintah kota, para pejabat daerah dan juga masyarakat. Sebab kesejahteraan sosial masyarakat adalah kebutuhan mendasar. Dan harapan bahwa industri kreatif lokal yang tumbuh dari dan untuk masyarakat ini mampu mencitrakan kota depok sebagai kota yang terhindar dari kemiskinan yang akut. Semoga
Erwin Setiawan
Mahasiswa Prodi Akuntansi Syariah STEI SEBI Kampus Depok
Komentar
Posting Komentar