Memang Para Syuhada Itu Selalu Mengagumkan
Ada satu kesepakatan universal yang diakui meskipun tanpa ditetapkan melalui konsensus secara formal. Bahwa diantara kekaguman terbesar kita dalam sejarah kemanusiaan ternyata sepakat mengagumi para manusia-manusia mempesona yang rela menjadi tumbal dari tegaknya kemerdekaan dan kebenaran. Menjunjung tinggi cita-cita kemaslahatan orang banyak di atas kepentingan dirinya sebagai seorang manusia yang sarat keinginan dan nafsu pribadi. Entah bagi hartanya, jiwanya dan juga keluarganya. Itulah yang sama-sama kita rasakan bahwa begitu mempesonanya sang tokoh dengan segala pengrobanannya. Menganggap bahwa nyawa merupakan kekayaan dan sesuatu yang sangat berharga bagi diri siapapun, dan kemudian ke-berhargaan itu diserahkan sebagai ‘mahar’ bagi kebenaran juga kemerdekaan adalah tindakan yang melahirkan pesona bagi dirinya dan memancarkan pesona kekaguman bagi sang pengagum. Itu sebabnya kita benar-benar kagum dengan para pahlawan, yang dalam ‘bahasa robbani’ jauh lebih mulia disebut sebagai para syuhada. Ya. Syuhada. Orang yang berhasil mati dalam kemuliaan perjuangan. Yang melatari perjuangannya dengan ikhlas. Kemurnian dan kebersihan dari kepentingan duniawi. Makanya mereka diberi gelar sang Syuhada. Segelintir orang dari umat yang selalu ada tiap zaman ada dan akan tetap dinantikan bentuk kematiannya hingga akhir zaman. Karena itu kita kagum. Sebab itu kita merasakan pesonanya sangat mengagumkan. Dan akan selau begitu perlakuannya bagi sang syahid. Dikagumi. Dimuliakan. Bahkan diabadikan dalam sejarah meskipun takdir zaman telah dihentikan. Kemuliaannya melampaui zamannya dan anak cucunya. Akhirat. Seperti kerelaan berkorban bagi Abu Dujanah yang memiliki nama lengkap Sammak bin Kharsyah Al Khazraji Al Bayadhi Al Anshari dalam berbagai peperangan. Diantaranya adalah perang Badar, Uhud dan Yamamah. Sampai-sampai keinginannya dalam berjuang membuat ia satu-satunya orang yang berani memegang pedang Rasulullah sebagaimana maksud fungsinya. Dan penambah pesonanya ia menerjang pasukan musyrik sembari bersyair,” Aku telah berjanji kepada kekasihku (Nabi), ketika aku berada di bawah pohon korma. Aku tidak akan memilih di barisan belakang. Aku akan menerjang pasukan musuh dengan pedang Allah dan pedang RasulNya. Atau juga pesona Hamzah bin Abdul Muthalib. Sang paman nabi. Yang menjaga nabi dari gangguan musyrikin Makkah dan salah satu pemimpin barisan saat muslimin melakukan tawaf di sekeliling ka’bah untuk menyatakan keislaman mereka secara terang-terangan. Juga ada Ja’far bin Abi Thalib. Kakak yang terpaut 20 tahun dari adiknya, Ali bin Abi Thalib. Yang kemuliannya tidak hanya di dunia. Tetapi juga mencapai negei akhirat. Rasul mengabarkan bahwa Ja’far masuk ke dalam syurga dengan terbang bersama para malaikat. Di Palestina juga ada Izzudin Al Qosam. Syaikh Akhmad Yasin yang lumpuh. Dan yang baru saja syahid di Dubai. Mahmoud AL Mabhuh.
Komentar
Posting Komentar