Perjuangan Kita dan Perjuangan Mereka Disana
Duhai saudaraku,
Saat ini ada hal yang harus kita semua ingat, bahwa kelesuan dalam berjuang, kejumudan dalam menjaga konsistensi amal, kebosanan ketika menjalani aktivitas yang produktif adalah petaka paling berbahaya yang boleh jadi ia merupakan pintu untuk memungkinkan kita keluar dari kesadaran pada makna hakiki sebuah perjuangan. Karakteristik perjuangan selalu akan menimbulkan kelelahan fisik, kerumitan berfikir dan timbulnya konflik-konflik. Memang selalu begitu kaidahnya. Hampir tidak ada dalam sebuah perjuangan itu kemudian ditemukan keasyikan-keasyikan duniawi. Kesenangan-kesenangan nafsu. Karena sekali lagi tabiatnya memang begitu.
Duhai saudaraku,
Bergabungnya kita dalam sebuah jama’ah jangan kemudian hanya mau memanfaatkannya saja dengan tanpa menerima segala risiko pengorbanan yang harus dipikul. Ketergabungan kita sekarang adalah takdir Allah yang kelak kita harus yakini bahwa Ia akan menampakkan apa hikmah di balik segala keletihan yang sama-sama kita rasakan saat ini.
Yakinilah saudaraku, setiap kita di sini adalah pilihan diantara manusia lainnya. Dimana Allah memilih kita sebagai punggawa agamaNya. Risiko pemilihan itu pasti ada.
Saudaraku, Jangan kemudian pengorbanan pendahulu-pendahulu kita demi mempertahankan dan menyebarluaskan Islam dengan bentuk wajah Ekonomi disepelekan begitu saja. Disadari atau tidak mereka menyimpan begitu banyak harapan agar kelak setelah masa ‘istirahat’ itu telah tiba ‘panji’ ini harus terus digenggam dengan teguh hingga Allah mentakdirkan masa bumi ini berakhir.
Wahai saudaraku,
Potongan berita di atas cuma sedikit dari banyaknya potret tekanan musuh Allah kepada pejuang-pejuang Islam. Embargo ekonomi dan pemboikotan itu nyata mereka hadapi. Konteks aktivitas mereka disana dan aktivitas kita di sini saat ini adalah sama. Sama- sama berjuang. Sama-sama berusaha memperkaya diri dengan motif bukan untuk kepentingan pribadi dan sesaat. Tapi untuk Islam. Untuk mewujudkan agama ini kembali mengulang takdir kejayaannya seperti dulu.
Wahai saudaraku,
Hampir selalu begitu masalah kita. Tidak ada gejolak apapun di sekitar kita, tetapi intensitas kejumudan kita sangat sering. Apa masalahnya? Apa yang kemudian membuat kita sangat letih padahal hakikatnya kita tidak melakukan apa-apa. Sekalipun kita melakukan sesuatu apakah itu yang patut dibanggakan di hadapan Allah. Amal yang besar pun tidak. Amal yang ikhlas pun diragukan. Sebab selalu setelah amal itu dilakukan, selalu pula kita tidak mampu memaknainya.
Saudaraku,
Menyadari amal kita terlalu sedikit harusnya membuat kita semakin bersemangat untuk mengkapitalisasinya menjadi lebih banyak. Lebih ikhlas dan lebih memberikan kemanfaatn kepada banyak orang. Seperti pengorbanan dalam beramal mereka disana. Di Palestina. Di wilayah yang disucikan Tuhan. Karena kita ditakdirkan untuk menerima dunia akhir zaman ini dengan segala kekacauannya. Ditakdirkan pula kita memperbaikinya dengan Islam. Dan ditakdirkannya pula kita menjadi punggawa umat yang mempertemukan mereka dengan kampung halamannya, syurga.
Komentar
Posting Komentar