Memahami Orang Tua
Berbicara tentang keluarga tidak terlepas dari hubungan antara orang tua dan anak. Tapi kali ini saya tidak akan membahas keutamaan maupun idealnya, saya ingin menyoroti dari sudut pandang keluarga yang mungkin dipandang tidak ideal, entah karena perceraian, anak yang terlahir di luar pernikahan, orang tua yang lebih mementingkan karier ketimbang keluarga, dll.
Seorang anak tidak dapat memilih ia akan lahir dari rahim wanita yang diinginkannya, namun siapapun wanita yang mengandungnya tentulah mengalami hal yang sama yaitu : Pengorbanan. Bagaimana tidak, proses kehamilan adalah proses merelakan 1 tubuh seorang wanita menopang 2 jiwa, diawali dengan proses pembentukan antara sperma dan sel telur yang memberikan informasi kepada tubuh bahwa telah ada calon bayi dalam rahim. Saat ini janin sudah memiliki segala bekal genetik, sebuah kombinasi unik berupa 46 jenis kromosom manusia. Selama masa ini, yang dibutuhkan hanyalah nutrisi (melalui ibu) dan oksigen. Kemudian satu demi satu organ tubuh bayi di kandungan semakin lengkap dan siap untuk lahir. Proses melahirkan pun menuntut kerja keras seoranng wanita, menahan sakit, mengeluarkan energi besar mengeluarkan si buah hati. Tak selesai sampai di sini, tubuh mungil nan lemah seorang bayi masih sangat tergantung pada perawatan seorang wanita, yang kini telah kita panggil dengan sebutan Ibu. Ia menyusui, memandikan, memeluk dengan kehangatan, menggendong mengajak kita melihat dunia, memberikan pakaian, mengajarkan sedikit demi sedikit pengetahuan. Ialah Ibu.. Seorang wanita, dengan atau tanpa kekurangan yang dimilikinya ia tetap harus kita hormati. Karena ia adalah perantara Allah menurunkan kita di dunia, karena ia adalah perantara kita dapat mengenalNya..
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbakti kepada) kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu dan hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kupergauli dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Bukhari)
Keistimewaan Ibu takkan muncul tanpa adanya Ayah. Karena kita adalah buah cinta dari mereka, maka tanpa kontribusi salah satu dari mereka, tidak akan ada kita di dunia.. Maha Besar Allah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan, salah satunya adalah untuk saling melengkapi. Kelebihan seorang wanita untuk melengkapi kekurangan seorang laki-laki, begitupun sebaliknya. Maka Allah mensyari’atkan pernikahan karena amanah mempunyai keturunan adalah tugas besar yang membutuhkan kerja sama antara perempuan dan laki-laki.. Jika secara biologis kita lahir dari rahim Ibu, maka secara psikologis peran ayah sangat menentukan. Karena segala kebutuhan ibu selama mengandung dan membesarkan kita dipenuhi oleh ayah. Ayah yang mengambil keputusan akan pola pengasuhan dan pendidikan terbaik untuk kita, ia relakan sebagian besar waktunya untuk bekerja, tidak lagi hanya untuk dirinya, tapi juga untuk kita, anak yang dicintainya. Maka Ayah adalah sosok yang berjasa mengantarkan kita hingga saat ini. Di dalam segala kebaikan yang saat ini kita punya, terdapat jerih payah ayah yang telah mengikhtiarkannya untuk kita..
Maka, siapapun Ibu dan Ayahmu. Hormatilah mereka… karena mereka tetap orang tua kita.
Lalu, bagaimana jika Allah takdirkan kita lahir dari keluarga yang tidak ideal seperti yang saya sebutkan di atas. Sekali lagi yang harus kita pahami, tak ada seorang pun anak yang bisa memilih dari keluarga seperti apa ia dilahirkan.. maka bukanlah suatu aib ataupun kesalahan kita jika saat ini kita berada di dalamnya. Tak ada alasan dengan segala hal yang dalam pandangan orang lain buruk, lantas berkurang hormat dan bakti kita kepada orang tua..
Anak yang lahir di luar pernikahan :
Memang sebuah kesalahan, bahkan dosa besar jika 2 orang yang belum menikah melakukan persetubuhan. Dan jika dari hubungan tersebut melahirkan seorang anak, maka tetap yang berdosa adalah 2 orang yang melakukan persetubuhan beserta perbuatan yang mereka lakukan. Bukanlah anak yang dilahirkan!
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi” (HR. Bukhari)
Jika kita adalah anak yang dilahirkan dari hubungan haram tersebut, dan kita mendapati orang tua kita telah bertaubat dan sangat menyayangi kita dengan tetap membiarkan kita hidup, merawat dan mendidik hingga saat ini (padahal di luar sana, banyak orang yang demi menutupi rasa malu maka membunuh bayi yang dikandung dari hubungan terlarang ini. Anak yang tak berdosa menjadi korban). Maka tetap hormati kedua orang tua kita, tak perlu mengungkit masa lalu yang tentu akan menyakiti orang tua kita.. Kalaupun ternyata hanya salah 1 dari orang tua kita yang berkenan membesarkan kita (Ibu atau Ayah saja), tetap berbesar hatilah.. Yang salah adalah peristiwanya, yang gagal adalah peristiwanya, yang hancur adalah peristiwanya. Tapi jangan sampai membuat masa depan kita menjadi hancur karena dibayangi peristiwa yang telah berlalu..
Anak yang besar dalam keluarga yang bercerai :
Perceraian adalah perkara halal yang dibenci di sisi Allah. Meski seperti itu ada beberapa kondisi dimana perceraian menjadi solusi, jika pernikahan yang dipertahankan akan mendzolimi salah satu pasangan. Dalam pandangan anak, perceraian tentu akan merugikan, karena kita akan kehilangan keharmonisan keluarga, berkurangnya kasih sayang dari salah satu orang tua, dan mungkin saja pandangan masyarakat yang memandang sebelah mata. Sebagai seorang anak, cobalah kita memahami posisi kedua orang tua kita.. Jika sampai perceraian diambil sebagai keputusan akhir, setelah berbagai upaya mengembalikan keharmonisan keluarga dilakukan, maka percayalah bahwa ini adalah jalan yang terbaik. Yang sekali lagi, jika dipertahankan maka akan mendzolimi salah satu dari kedua orang tua kita.
Jika kita merasa dirugikan dan sakit hati, maka kedua orang tua kita pasti sesungguhnya lebih sakit dibandingkan kita.. maka kehadiran kita justru harus memberikan semangat baru bagi mereka. Jangan menunjukkan kekecewaan maupun kesedihan di hadapannya. Tetap menghormati dan mendampingi kesepian mereka (setelah berpisah dari pasangan). Perceraian bukanlah akhir dari segalanya.. Pada setiap episode kehidupan kita, Allah terlibat di dalamnya. Perceraian kedua orang tua adalah ujian bagi kita, akankah tetap taat padaNya dan berbakti kepada kedua orang tua dalam keadaan suka maupun tidak suka akan ketetapanNya..
Hubungan antara anak dan orang tua, terlepas dari hubungan kasih sayang antar manusia, dapat kita lihat dengan dimensi lain, yaitu dimensi ketuhanan, dimana terdapat amal yang berkesinambungan, saling membutuhkan antara anak dan orang tua.
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud)
“Jika Anak Adam meninggal maka terputus ‘amalnya kecuali dari 3 (perkara) : Shodaqoh jariyah, ‘ilmu yang bermanfaat, dan anak Sholeh yang berdo’a baginya” (HR. Muslim)
Orang tua membutuhkan do’a anak – anaknya kelak sebagai amal yang tetap mengalir saat dirinya sudah meninggal.. dan seorang anak membutuhkan do’a dari orang tuanya sebagai do’a yang mustajab yang memudahkan segala urusannya di dunia. Maka saling mencintai, dan berkasih sayang antara orang tua dan anak adalah suatu rahmat, nikmat dan kekuatan yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya.
Seorang Ibu yang berjuang melahirkan anaknya, dengan peluh dan darah… Dekat dengan kematian. Tapi tak ia pedulikan.. demi sang anak…Seorang anak yang belajar mati-matian demi mempersembahkan prestasi dan kebanggaan pada kedua orang tua, ia tunda segala kesenangan sementara, demi orang tua..
Dan Allah letakkan kekuatan pada kecintaan kita kepada orang tua, juga Allah letakkan kekuatan pada kecintaan orang tua kepada anak. Maka saling mencintailah karena Allah.. Apapun kondisi orang tua kita, tak ada alasan untuk tidak menghormati dan berbakti kepadaNya. Mereka tetaplah orang tua kita.. Orang yang harus kita cintai setelah Allah dan rasulNya.
oleh : Intan Puspita Sari
oleh : Intan Puspita Sari