Overview Dasar Akrual Akuntansi ; Syariahkah?

Dalam perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia baik di sektor perbankan maupun non perbankan seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, bursa berjangka syariah, lembaga keuangan mikro syariah hingga bisnis syariah, telah menunjukkan trend pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun dan semakin diterima oleh masyarakat meski perlahan selama hampir dua dekade. Pada Juni 2011 Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia tercatat 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah, dan 154 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang tersebar di penjuru nusantara sebagai pilar perkembangan perbankan syariah. Kemudian berdirinya perusahaan-perusahaan perasuransian syariah, adanya pasar modal syariah yang direpresentasikan oleh Jakarta Islamic Index (JII), pegadaian syariah, lembaga-lembaga zakat pemerintah maupun non pemerintah dan lembaga filantropi lainnya yang mewakili lembaga sosial yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk atau dalam istilah lain obligasi syariah juga telah diakomodasi sebagai instrumen pembiayaan syariah dalam penerimaan negara pada APBN. Dan yang baru saja di keluarkan fatwanya oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, ialah dibolehkannya Bursa Berjangka Syariah. Belum lagi sektor microfinance, seperti koperasi syariah maupun Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang telah menjadi garda terdepan dalam pengembangan UMKM dan pemberdayaan ekonomi rakyat berdasarkan prinsip syariah. Dalam aktivitas bisnis ekonomi lainnya juga terdapat ragam bisnis syariah yang dikembangkan oleh masyarakat yang menginginkan prinsip-prinsip syariah terinternalisasi dalam wirausaha atau bisnis mereka.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa sistem ekonomi syariah telah menjadi bagian dalam sistem perekonomian Indonesia. Sehingga dalam perekonomian saat ini dikenal dengan dualisme sistem ekonomi (dual economics system). Meskipun perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dalam hal ini belum meliputi secara utuh seluruh sektor suatu perekonomian terutama pada sektor makro dan mikronya.
Atas perkembangan ekonomi syariah sebagaimana pemaparan di atas, ilmu akuntansi sebagai suatu displin ilmu yang juga menjadi bagian dari sistem ekonomi yang melandaskan prinsip-prinsipnya berdasarkan prinsip syariah, juga telah mengikuti perkembangan tersebut dan menjadi bagian dalam pengambilan keputusan ekonomi bagi entitas syariah. Salah satu bukti perkembangan tersebut adalah telah adanya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK Syariah) nomor 101 – 110 yang telah disusun Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan difatwakan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Akuntansi seharusnya mempertimbangkan kondisi ekonomi suatu negara. Iwan Triyuwono (2006) menyatakan bahwa instrumen akuntansi pada dasarnya tidak bebas nilai, tetapi sebaliknya sarat nilai, sehingga untuk mempraktikkan akuntansi sebagai instrumen juga harus mempertimbangkan nilai-nilai etika yang berlaku di mana akuntansi tadi dipraktikkan. Dengan menyadari bahwa Indonesia menganut dualisme sistem ekonomi, maka diperlukan perlakuan akuntansi yang tidak diseragamkan. Karena pada masing-masing sistem ekonomi pun memiliki tujuan dan prinsip yang berbeda-beda. Maka dengan demikian akuntansi sebagai alat pengambilan keputusan ekonomi harus relevan menyajikan laporan keuangan yang dibutuhkan pemakai, yakni entitas syariah itu sendiri.
Hal demikian menjadi penting karena memang tujuan sistem ekonomi konvensional berbeda dengan tujuan ekonomi syariah. Dari definisinya sendiri diantara keduanya sama sekali berbeda. Sebagaimana definisi Prahatma Rahardja dan Mandala Manurung (2006) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi mempelajari perilaku individu dan masyarakat dalam menentukan pilihan untuk menggunakan sumber daya-sumber daya yang langka (dengan dan tanpa uang), dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Lain hal dengan definisi ekonomi islam. Ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang islami. (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII atas kerjasama dengan Bank Indonesia, 2008, hlm. 17)
Prinsip-prinsip dalam akuntansi yang berkembang saat ini merupakan derivasi dari tujuan ekonomi kapitalisme. Dimana pesatnya perkembangan akuntansi mengikuti perkembangan ekonomi negara-negara maju yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Akuntansi dibentuk untuk membantu dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dalam hal ini tidak bisa dinafikan bahwa memang akuntansi sarat dengan pengaruh nilai-nilai kapitalisme yang berlawanan dengan prinsip Islam. Hal in dipertegas oleh pernyataan Sombart yang dikutip oleh Ahmad Riahi-Belkaoui (2000) dalam bukunya Accounting Theory :
“One cannot imagine what capitalism would be without double-entry bookkeeping. The two phenomena are connected as intimately as form and content. One cannot say whether capitalism created double-entry bookkeeping as a tool in its expansion; or perhaps, conversely, double-entry bookkeeping created capitalism.“
Kenyataan hubungan antara kapitalisme dengan akuntansi itulah yang membuat ilmu akuntansi juga mengandung nilai-nilai kapitalisme dimana sebagaimana bahwa akuntansi dianggap sebagai alat atau teknologi, maka harus mendukung dan membantu dalam mencapai tujuan-tujuan kapitalisme. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar apakah akuntansi saat ini relevan dipergunakan untuk mendukung pncapaian tujuan-tujuan dari ekonomi islam. Mengingat ekonomi islam tentunya memiliki prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari Al qur’an dan As Hadits yang bersifat mengikat.
Di dalam asumsi dasar akuntansi menjelaskan bahwa pencatatan ialah dengan berdasarkan metode basis akrual. Harahap (2001) menyatakan aumsi dasar akrual adalah dimana dalam penentuan pendapatan dan biaya dari posisi harta dan kewajiban ditetapkan tanpa melihat apakah transaksi kas telah dilakukan atau tidak Menurut PSAK Syariah nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah (2007) dalam paragraf standarnya :
Entitas Syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali Laporan Arus Kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha. Dalam penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah direalisasikan menjadi kas (dasar kas). (paragraf 25)
Hal ini pun dipertegas dengan penjelasan PSAK KDPPLKS :
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dialporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.(Paragraf 41)
Namun pada paragraf yang lain, PSAK KDPPLKS menjelaskan :
Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit). (Paragraf 42)
Dalam PSAK Syariah ini mengatur bahwa selain pengakuan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha mempergunakan asumsi dasar akrual. Hal ni menunjukkan bahwa PSAK Syariah memperkenankan penggunaan dua metode pencatatan sekaligus dalam proses akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan syariah. Namun demikian tetap asumsi dasar akuntansi syariah dalam hal ini berdasarkan asumsi dasar akrual.
Suwardjono (2005) dalam menyatakan bahwa konsep dasar yang diadopsi oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) berasal dari International Accountants Standard Commission (IASC) atau yang telah berubah menjadi International Accountants Standard Board (IASB), yakni dasar akrual dan kelangsungan usaha (going concern). Kedua asumsi dasar tersebut, yakni asumsi dasar akrual dan kelangsungan usaha, mempengaruhi proses akuntansi yang dipraktekkan entitas bisnis baik konvensional maupun syariah.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa sistem ekonomi syariah telah menjadi bagian dalam sistem perekonomian Indonesia. Sehingga dalam perekonomian saat ini dikenal dengan dualisme sistem ekonomi (dual economics system). Meskipun perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dalam hal ini belum meliputi secara utuh seluruh sektor suatu perekonomian terutama pada sektor makro dan mikronya.
Atas perkembangan ekonomi syariah sebagaimana pemaparan di atas, ilmu akuntansi sebagai suatu displin ilmu yang juga menjadi bagian dari sistem ekonomi yang melandaskan prinsip-prinsipnya berdasarkan prinsip syariah, juga telah mengikuti perkembangan tersebut dan menjadi bagian dalam pengambilan keputusan ekonomi bagi entitas syariah. Salah satu bukti perkembangan tersebut adalah telah adanya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK Syariah) nomor 101 – 110 yang telah disusun Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan difatwakan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Akuntansi seharusnya mempertimbangkan kondisi ekonomi suatu negara. Iwan Triyuwono (2006) menyatakan bahwa instrumen akuntansi pada dasarnya tidak bebas nilai, tetapi sebaliknya sarat nilai, sehingga untuk mempraktikkan akuntansi sebagai instrumen juga harus mempertimbangkan nilai-nilai etika yang berlaku di mana akuntansi tadi dipraktikkan. Dengan menyadari bahwa Indonesia menganut dualisme sistem ekonomi, maka diperlukan perlakuan akuntansi yang tidak diseragamkan. Karena pada masing-masing sistem ekonomi pun memiliki tujuan dan prinsip yang berbeda-beda. Maka dengan demikian akuntansi sebagai alat pengambilan keputusan ekonomi harus relevan menyajikan laporan keuangan yang dibutuhkan pemakai, yakni entitas syariah itu sendiri.
Hal demikian menjadi penting karena memang tujuan sistem ekonomi konvensional berbeda dengan tujuan ekonomi syariah. Dari definisinya sendiri diantara keduanya sama sekali berbeda. Sebagaimana definisi Prahatma Rahardja dan Mandala Manurung (2006) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi mempelajari perilaku individu dan masyarakat dalam menentukan pilihan untuk menggunakan sumber daya-sumber daya yang langka (dengan dan tanpa uang), dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Lain hal dengan definisi ekonomi islam. Ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang islami. (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII atas kerjasama dengan Bank Indonesia, 2008, hlm. 17)
Prinsip-prinsip dalam akuntansi yang berkembang saat ini merupakan derivasi dari tujuan ekonomi kapitalisme. Dimana pesatnya perkembangan akuntansi mengikuti perkembangan ekonomi negara-negara maju yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Akuntansi dibentuk untuk membantu dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dalam hal ini tidak bisa dinafikan bahwa memang akuntansi sarat dengan pengaruh nilai-nilai kapitalisme yang berlawanan dengan prinsip Islam. Hal in dipertegas oleh pernyataan Sombart yang dikutip oleh Ahmad Riahi-Belkaoui (2000) dalam bukunya Accounting Theory :
“One cannot imagine what capitalism would be without double-entry bookkeeping. The two phenomena are connected as intimately as form and content. One cannot say whether capitalism created double-entry bookkeeping as a tool in its expansion; or perhaps, conversely, double-entry bookkeeping created capitalism.“
Kenyataan hubungan antara kapitalisme dengan akuntansi itulah yang membuat ilmu akuntansi juga mengandung nilai-nilai kapitalisme dimana sebagaimana bahwa akuntansi dianggap sebagai alat atau teknologi, maka harus mendukung dan membantu dalam mencapai tujuan-tujuan kapitalisme. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar apakah akuntansi saat ini relevan dipergunakan untuk mendukung pncapaian tujuan-tujuan dari ekonomi islam. Mengingat ekonomi islam tentunya memiliki prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari Al qur’an dan As Hadits yang bersifat mengikat.
Di dalam asumsi dasar akuntansi menjelaskan bahwa pencatatan ialah dengan berdasarkan metode basis akrual. Harahap (2001) menyatakan aumsi dasar akrual adalah dimana dalam penentuan pendapatan dan biaya dari posisi harta dan kewajiban ditetapkan tanpa melihat apakah transaksi kas telah dilakukan atau tidak Menurut PSAK Syariah nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah (2007) dalam paragraf standarnya :
Entitas Syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali Laporan Arus Kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha. Dalam penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah direalisasikan menjadi kas (dasar kas). (paragraf 25)
Hal ini pun dipertegas dengan penjelasan PSAK KDPPLKS :
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dialporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.(Paragraf 41)
Namun pada paragraf yang lain, PSAK KDPPLKS menjelaskan :
Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit). (Paragraf 42)
Dalam PSAK Syariah ini mengatur bahwa selain pengakuan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha mempergunakan asumsi dasar akrual. Hal ni menunjukkan bahwa PSAK Syariah memperkenankan penggunaan dua metode pencatatan sekaligus dalam proses akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan syariah. Namun demikian tetap asumsi dasar akuntansi syariah dalam hal ini berdasarkan asumsi dasar akrual.
Suwardjono (2005) dalam menyatakan bahwa konsep dasar yang diadopsi oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) berasal dari International Accountants Standard Commission (IASC) atau yang telah berubah menjadi International Accountants Standard Board (IASB), yakni dasar akrual dan kelangsungan usaha (going concern). Kedua asumsi dasar tersebut, yakni asumsi dasar akrual dan kelangsungan usaha, mempengaruhi proses akuntansi yang dipraktekkan entitas bisnis baik konvensional maupun syariah.
Komentar
Posting Komentar