Masyarakat Madani ; Proses Dinamis


Dalam kajian kemasyarakatan, yang ‘laris’ dijadikan pembahasan saat ini ialah apa yang sering disebut-sebut dengan masyarakat madani. Suatu konsepsi tatanan sosial yang secara gagasan atau ide kolektif kekinian memuarakan pada istilah tersebut, masyarakat madani. Latar logika yang menjadi asal muasal tema ini menjadi menarik ialah pada situasi sosial yang dianggap tidak menghadirkan dan memberikan ruang kondusif bagi warga bangsa dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang individu yang secara kodrati juga memiliki hak asas dirinya yang dianugerahkan Allah Swt. Yakni untuk hidup, bisa menentukan nasib atas dirinya sendiri, dan bebas dari ragam intervensi yang membonsai pertumbuhan dirinya sebagai seorang individu yang mengisi tiap episode hidupnya dalam mengejar takdir-takdir yang telah ditetapkanNya. Itu yang pertama, dan cenderung historical approach dalam menemukan simpulan. Yang kedua adalah, pada kebutuhan manusia itu sendiri dalam memaksimalkan perannya dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dalam hal materi yang primer, ‘kepuasan batin yang maksimal’ yang lebih dekat dengan kebahagiaan hakiki, dan meraih apresiasi sosial dengan pada saat yang sama tetap tidak mengganggu upaya maksimalisasi yang juga dilakukan orang lain. Meskipun pada akhirnya kelak akan terjadi irisan yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Tetapi, menjadi minor ketika masing-masing individu saling memahami dan bertoleransi. Maka, atas dasar kebutuhan-kebutuhan itulah diperlukannya format tata sosial masyarakat yang memberi ruang yang nyaman dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan masing-masing indivdu tersebut. Dan masyarakat madani, dengan demikian adalah istilah yang paling memungkinkan mewujudkan tata sosial tersebut. Meskipun pendekatan substansial-lah yang menjadi primer, soal istilah, apapun namanya, menjadi tidak primer.

Historical and Needs Assessment Approach

Dalam konteks ke-Indonesia-an perlu dikaji setidaknya dalam dua pendekatan yang secara implisit tergambar pada pembahasan di atas. Bahwa dengan pendekatan aspek sejarah (historical approach) dan aspek penilaian kebutuhan (needs assessment approach) barangkali dapat menjadi satu pertimbangan dalam menentukan formula yang permanen apa yang disebut dengan masyarakat madani. Landasan apa yang menjadi pondasinya, apa cirri-cirinya, bagaimana visualisasi interaksi sosial, politik, budaya, ekonomi dan etiknya, dan apa yang menjadi tujuan aktualisasi kolektif individu dengan masyarakat madani sebagai medianya. Dan dalam hal ini, masyarakat madani sampai kapanpun, tidak akan sampai pada format yang final melainkan jika telah usai zaman manusia di dunia. Mengapa? Sebab, masyarakat madani adalah proses itu sendiri, sebagaimana masih berjalannya waktu di dunia ini. Sampai takdir Allah SWT melenyapkan kehidupan manusia di dunia dan menjadikannya ‘ sejarah bagi akhirat’. Oleh sebab masyarakat madani kental dipengaruhi oleh sosio-kultural masyarakat itu sendiri yang tiap bangsa, suku, atau ras memiliki identitas dirinya masing-masing yang menjadi ragam ketika dikolektifkan.

Dalam tinjauan sejarah, salah satu bukti bahwa masyarakat madani tidak akan pernah mencapai satu format yang final adalah pada upaya-upaya yang tidak kunjung selesai dan mencapai capaian masyarakat madani yang diharapkan masyarakat sebelumnya. Misalnya, bagi masyarakat Indonesia pra hingga masa penjajahan, masyarakat madani yang tervisualisasikan dalam ‘pikiran’ masyarakatnya adalah ketika masyarakat telah mencapai kebebasan atau kemerdekaan berwarganegara. Tetapi kemudian, ketika Indonesia telah mencapai masa pasca kemerdekaan sebagaimana yang diharapkan, upaya lebih memaksimalkan adanya bentukan masyarakat madani yang lebih utuh adalah upaya kembali yang dilakukan masyarakat orde lama. Bahwa zaman saat itu, bukanlah masayarakat madani yang diharapkan. Dan kembali, keinginan-keinginan mencapai masyarakat madani menjadi misi gerakan masyarakat pada saat itu, masa orde lama. Demikian seterusnya hingga kini telah memasuki masa reformasi. Sedang 60 tahun lebih negeri ini lahir, sampai saat inipun reformasi belum lagi menghadirkan bentuk masyarakat madani yang diimpikan oleh elemen bangsa ini, termasuk impian masyarakat dahulu, ketika zaman pra penjajahan.

Dengan demikian saya beranggapan bahwa masyarakat madani, ialah proses yang kental dengan dinamikanya. Meski kita punya ciri-cirinya sebagai acuan yang membantu dalam mewujudkannya di masyarakat kita, bangsa kita, negara kita. Termasuk cirri-ciri konsepsi masyarakat Madinah pada zaman kepemimpinan Rasulullah saw.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi