Pengantar Dasar Akrual; Syariahkah?


Sejak disahkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 59 sebagai PSAK Syariah yang ditujukan bagi entitas syariah dalam menyajikan laporan keuangannya, sudah terdapat banyak kritik mengenai asumsi dasar yang diadopsi oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai asumsi dasar dalam Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Laporan Keuangan Syariah(KDPPLKS).

Mulawarman (2008) menyarankan agar mengubah basis akrual murni dalam metode pengakuan dan pencatatan transaksi keuangan pada lembaga keuangan syariah dengan sinergi antara dasar akrual dan dasar kas. Asumsi dasar dengan basis akrual tersebut beliau menyatakan bahwa asumsi tersebut sangat bertentangan dengan prinsip dan akhlak syariah bahkan tujuan laporan keuangan akuntansi syariah. Sebagaimana diketahui bahwa prinsip akrual melakukan pencatatan fakta (merekam arus kas masa kini), potensi (merekam arus kas masa depan) dan konsekuensi (merekam arus kas masa lalu). Dalam hal pencatatan potensi menggunakan prinsip nilai sekarang (present value) yang sarat dengan penghitungan bernuansa riba dan gharar.

Pendapat lain seperti Harahap (2008) menjelaskan bahwa dasar akrual tidak sepenuhnya dapat diberlakukan bagi entitas syariah karena khusus dalam perhitungan pembagian hasil laporan keuangan menggunakan dasar kas. Konsep ini merupakan tuntutan dari praktisi agar kewajiban untuk pembagian hasil yang akan dibayarkan kepada pemilik dana tidak terjadi lebih bayar (overpayment) seandainya pada akhirnya penerima dana pembiayaan tidak membayar kewjiban bagi hasilnya.

Dalam peninjauan lain, akuntansi seharusnya mempertimbangkan kondisi ekonomi suatu negara. Triyuwono (2006) menyatakan bahwa instrumen akuntansi pada dasarnya tidak bebas nilai, tetapi sebaliknya sarat nilai, sehingga untuk mempraktikkan akuntansi sebagai instrumen juga harus mempertimbangkan nilai-nilai etika yang berlaku di mana akuntansi tadi dipraktikkan. Dengan menyadari bahwa Indonesia menganut dualisme sistem ekonomi, yakni sistem konvensional dengan sistem ekonomi syariah, maka perlakuan akuntansi tidak dapat diseragamkan. Karena pada masing-masing sistem ekonomi pun memiliki tujuan dan prinsip yang berbeda-beda. Maka dengan demikian akuntansi sebagai alat pengambilan keputusan ekonomi harus relevan menyajikan laporan keuangan yang dibutuhkan pemakai.

Prinsip-prinsip dalam akuntansi yang berkembang saat ini merupakan derivasi dari tujuan ekonomi kapitalisme. Di mana pesatnya perkembangan akuntansi mengikuti perkembangan ekonomi negara-negara maju yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Akuntansi dibentuk untuk membantu dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dalam hal ini tidak bisa dinafikan bahwa memang akuntansi sarat dengan pengaruh nilai-nilai kapitalisme yang berlawanan dengan prinsip Islam. Hal in dipertegas oleh pernyataan Sombart yang dikutip oleh Ahmad Riahi-Belkaoui (2000) dalam bukunya Accounting Theory :

One cannot imagine what capitalism would be without double-entry bookkeeping. The two phenomena are connected as intimately as form and content. One cannot say whether capitalism created double-entry bookkeeping as a tool in its expansion; or perhaps, conversely, double-entry bookkeeping created capitalism.

Kenyataan hubungan antara kapitalisme dengan akuntansi itulah yang membuat ilmu akuntansi juga mengandung nilai-nilai kapitalisme, terutama dalam rerangka konseptual(conceptual framework) baik menurut International Financial Reporting Standards (IFRS), Financial Accounting Standard Board (FASB), dan IAI. Bahwa akuntansi dianggap sebagai alat atau teknologi, maka harus mendukung dan membantu dalam mencapai tujuan-tujuan kapitalisme. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar apakah akuntansi saat ini relevan dipergunakan untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan dari ekonomi islam. Mengingat ekonomi islam tentunya memiliki prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari Al qur’an dan As Hadits yang bersifat mengikat.

Di dalam asumsi dasar akuntansi menjelaskan bahwa pencatatan ialah dengan berdasarkan metode basis akrual. Harahap (2001) menyatakan aumsi dasar akrual adalah dimana dalam penentuan pendapatan dan biaya dari posisi harta dan kewajiban ditetapkan tanpa melihat apakah transaksi kas telah dilakukan atau tidak Menurut PSAK Syariah nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah (2007) dalam paragraf standarnya :

Entitas Syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali Laporan Arus Kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha. Dalam penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah direalisasikan menjadi kas (dasar kas). (paragraf 25)

Hal ini pun dipertegas dengan penjelasan PSAK KDPPLKS :

Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dialporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.(Paragraf 41)



Namun pada paragraf yang lain, “Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).” (PSAK Syariah KDPPLKS Paragraf 42)

Dalam PSAK Syariah ini mengatur bahwa selain pengakuan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha mempergunakan asumsi dasar akrual. Hal ini menunjukkan bahwa PSAK Syariah memperkenankan penggunaan dua metode pencatatan sekaligus dalam proses akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan syariah. Namun demikian tetap asumsi dasar akuntansi syariah dalam hal ini berdasarkan asumsi dasar akrual.

Suwardjono (2005) dalam menyatakan bahwa konsep dasar yang diadopsi oleh IAI berasal dari International Accountants Standard Commission (IASC) yakni dasar akrual dan kelangsungan usaha (going concern). Kedua asumsi dasar tersebut, yakni asumsi dasar akrual dan kelangsungan usaha, mempengaruhi proses akuntansi yang dipraktekkan entitas bisnis baik konvensional maupun syariah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi