Bertemu Lagi di Syurga


Bertahun-tahun. Membersamai jalan dakwah yang penuh dengan dinamikanya. Yang dulu saling mengasihi satu sama lain, kini satu per satu mulai mengambil tempat istirahatnya. Berhenti. Entah untuk sekedar menghela nafas sementara atau memang tempat itu akan dijadikan sebagai perhentian dimana sisa hidupnya akan dihabiskan di sana. Saya tidak tau.

Di tengah perenungan hal tersebut saya tetap mensyukuri, bahwa masih ada mereka yang setia menjadikan jalan dakwah sebagai jalan hidupnya, meski tidak selengkap dulu. Melihat wajah saudara-saudara seiman yang sesaat merekah senyumnya bagi saya adalah kebahagian yang tidak bernilai. Disamping memang hal demikian, kebahagiaan ukhuwah, adalah karunia terbesar setelah kebahagiaan dengan keimanan, kata Umar. Saya menyadari, bahwa di tengah ujian hidup kami masing-masing saja sudah menyita helaan-helaan nafas hidup yang memancing untuk berkeluh kesah karena logika ketidaksanggupan kerapkali hadir terselip dalam pikiran. Namun, di tengah ujian itulah kerelaan untuk tetap menjadi bagian inti dalam perjalanan dakwah akan mengundang jua ampunan Allah SWT yang ‘dikemas’ dengan KaruniaNya.

Tidak terkira bagaimana jikalau dibuka senyata-nyatanya di akhirat kelak apa tersimpan di dalam dada (hati), boleh jadi kita semua akan melihat Nur Allah, yang memang sejak dulu, menjadi lentera hati mereka. Yang dengannya menjadi musabab diri mereka tidak pernah luput dari upaya-upaya menampilkan sosok muslim yang mempesona. Karenanya, bersama mereka, adalah saat-saat dimana kitapun menjadi kembali teringat akan tuntutan diri kita untuk bisa mengurai sedikit demi sedikit hijab yang menghalangi pesona islam tampak pada pesona kita sebagai seorang muslim. Dan ditengah canda tawa, di saat sebagian besar waktu dipenuhi dengan keseriusan yang menyita pikiran, saya mengeluh :

Duhai lisan, tidak sanggupkah engkau menjadi jalan bagi cinta ini diungkapkan pada saudaraku yang sejak dulu membersamaiku di jalan Allah? Agar ia tau, bahwa tidak ada perasaan, tidak ada gejolak jiwa, melainkan benih cinta yang dulu ditanam, kini pohonnya sudah tinggi menjulang menyentuh langit-langit hati.

Duhai raga, tidak sanggupkah engkau memberi pelukan erat sebagai pelebur kerinduan kami yang terpisah beberapa saat? karena sejak dulu kami saling rela-merelakan apa yang kami miliki untuk tidak dinikmati sendirian.

Duhai saudaraku, di tengah usikan godaan, aku mau kita semua saling mengeratkan, lalu sama-sama menuntun diri kita untuk sampai di penghujung jalan yang Allah sediakan sebagai tempat perhentian kita sesungguhnya. Hingga kita bisa saling cerita-cerita lagi tentang Allah dan KebesaranNya. Ya, di sana, di Syurga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi