Saat-Saat Paling Rindu

Dada bergemuruh. Nafasnya tersengal-sengal. Tubuh mengerutkan kulit-kulitnya. Seketika bicaramu jadi kelu. Bukan tidak sama sekali bicara atau dengan kata lain membisu. Tapi Entah apa sebabnya kau kan begitu kelu berucap. Pikiranmu lari dari sarangnya. Telinga disumbat. Wajah ditekap. Lalu kau rasakan gejolak jiwa yang penuh harap. Dan sisi manusiawi tumpah ruah. Hingga akhirnya kelopak mata tak sanggup membendung deras airnya. Seketika wajahmu jadi basah.

Malam itu. Saat-saat kau usai menunaikan kepatutan para Rabb. Sesaat kau akan beri kesempatan pada tubuhmu untuk terlelap. Memberi ruang sepenuhnya rohmu untuk digenggam pemiliknya. Kau kembali rasakan itu. Saat-sat paling rindu dalam hidupmu. KEniscayaan jiwa yang rindu pada Allah, melahirkan benih-benih rindu pada orang-orang terbaik. Yang peristiwanya telah jadi cerita dan kisah-kisah. Lalu kau jadikan cerita dan kisah itu jadi sejarah. Lalu kau bingkai ia dan digantungkan di dinding hatimu. Agar saat kau rasakan kerinduan itu lagi, kau bisa melihat-melihat pameran cerita dan kisah di hatimu. Begitu.

Beribu makna bermunculan. Berubah jadi hikmah yang kau dapatkan. Setelah renungan-tenungan panjang sendirian. Akhirnya memang begitu. Dan memang harus begitu. Mengenang, mengingat, dan menelusuri celah-celahnya, kau harus dapatkan hikmah. Serangkaian kaidah dan makna yang akan jadi penambah pengetahuanmu tentang Allah. Semakin kau mengenalNya. Hingga kau mudah meraba pelajaran dari setiap peristiwa. Oleh sebab pula hikmah adalah barang hilang bagimu, maka carilah ia. Dengan bentuk apapun usahanya. Termasuk bersama rindumu itu.

Saat kau rindu Allah, semuanya terkoreksi. Seberapa banyak amal yang usai dengan ikhlas. Selama apa ingatanmu bertahan dengan mengingatNya. Dan kebaikan apa saja yang kau semai pada orang-orang di sekitarmu. Itu. Bahkan lebih. Perasaan rindu yang lahir dari benih cinta akan mengkalkulasi kesiapan jiwa menemui batas ruang dan waktu untuk menemui ruang dan waktu baru. PErsinggahan tempat kau menunggu pertemuan denganNya. Dan kenyamanan di persinggahanmu itu menentukan kenyamanan saat bertemu denganNya. Lalu setelah kau mengkalkulasi segera saja ada hasil hitungannya. Yang menggambarkan posisi dan peta tempat kau berada kini. KEmudian kau akan menentukan porsi amal dan doa seperti apa agar bisa dalam keadaan siap jiwa. Boleh jadi kau pun akan titip doa untukmu pada orang lain. Dan kerinduan ini akan berakhir bukan karena amal dan doa terasa cukup dipersembahkan, tapi hanya bisa hilang saat kau bertemu denganNya. Melihat KeagunganNya, Menatap PesonaNya dan mendapat Janji CintaNya, Syurga.

Malam itu. Saat kau rindu pada Allah. Ia juga menelurkan benih-benihnya. Benih rindu pada orang terbaik dalam hidupmu. Orangtua, Saudara, Sahabat, juga mungkin orang lain yang kau rindu itu. Benihnya bertebaran di taman hatimu. Tumbuh subur bersama kuncupnya. Saat bermekaran kau berlari-lari diantaranya. MEngecupnya lalu mencabut salah satu diantaranya. Sesuai pilihan bunga yang kau pilih. Lalu kau dekap ia di dada. Erat. LEbih erat lagi. Isyarat bagi orang-orang yang paling kau rindu. Tidak semuanya memang. Karena diantara perjalanan hidup selalu hanya ada beberapa orang yang paling dirindu. Jika kau orang baik, kau akan berikan kebaikan pada mereka. Yang kebaikan itu akan kembali padamu juga. Yang dengannya, kau pelihara bunga-bunga di taman hatimu dengan siraman air kebaikan. Dan kau dalam hal ini tidak perlu pupuk. Sebab tamanmu sudah subur. Dengan keimanan.

Jika kau rindu pada Allah, amal dan doa saja yang jadi bentuk curahan. Namun jika kau rindu pada orang-orang terbaikmu, boleh jadi berbeda. Pernahkah kau rindu pada orangtuamu yang telah membesarkan? PErnahkah kau rindu pada sahabat yang begitu baik denganmu? Atau pernahkah kau rindu pada orang yang kau cintai karena pesonanya? Rindu yang ini boleh jadi berbeda. Dalam hati ia menuntut adanya pertemuan. Sesegera mungkin. Untuk sekedar mengucap terima kasih, maaf dan cinta pada mereka. Lantas bagaimana jika tidak bertemu? Jiwamu resah. Badan merebah berselimut gelisah. Wajahmu basah tanpa makna dan hikmah. itu semua terjadi jika rindu tidak dibalut rasa rindu pada Allah. Lalu pikiranmu jadi tidak waras. Tubuhmu hanya mau bermalas-malas. Seketika kau jadi manusia setengah gila. Tapi jika kau sudah membalutnya dengan rindu pada Allah, mungkin kau akan berdesis lirih di hati dari kejauhan:

" Duhai saudaraku, biar kutiup pesan rinduku ini pada angin. Agar, saat ia menghelai rambutmu, mendesir wajahmu, dan menghempas dadamu, rinduku ini bisa menembus hatimu. Tersemai di taman hatimu, lalu kuncupnya kan jadi bunga. Bermekaran diantara bunga-bunga yang kau tanam di dalamnya.

Atau biar kurebahkan saja tubuhku ini. LAlu kukecup tanahnya. Agar saat kau rebahkan tubuhmu, menghadap sebelah barat saat kau hendak tidur, kecupanku menembus tanah dan alas tidurmu, lalu kau rasakan kecupanku hangat. Hingga pipi kananmu merona sembari kau usap ia tertegun.

Dan izinkan aku memahat air dengan lukisan cinta. Agar saat kau mengusap wajahmu bersama wudhu, tergores dan menembus ke alam sadarmu, bahwa Aku mencintaimu karena Allah saja, saudaraku.

Ya. Begitulah malam itu kurasakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi