Seperti Apa Wajahmu Ekonom Rabbani ?

Malam ini benar-benar adalah waktu yang menyesakkan. Menyita pikiran yang seharusnya bisa lebih produktif dan menghasilkan banyak karya. Menghelas nafas panjang-panjang sembari merebahkan badan sebagai isyarat bahwa ada sesuatu hal yang memang bukan hal kecil apalagi remeh temeh. Didefinisikan sebagai persoalan besarpun tidak terlalu tepat. Namun dalam sudut pandang yang lebih besar dan bersifat jangka panjang, maka persoalan ini akan membawa pada persoalan-persoalan turunan. Mengakumulasi persoalan-persoalan kecil menjadi gundukkan masalah. Persoalan besar pula pada akhirnya.

Entah orang-orang itu menyadari atau tidak. Entah saudara-saudara itu menyadari atau tidak. Dan entah mereka menyadari atau tidak. Bahwa di dalam tuntutan karakter sang punggawa islam kini dan di sini, nampak cacat. Kalau tidak mau dianggap borok. Bahwa karakter pejuang-pejuang yang mengatasnamakan dakwah ilallah dan pewaris risalah tidak sama sekali mencerminkan kemuliaan pesona risalah yang dibawanya. Retorika-retorika islami sebatas berhenti di dalam mulut. Tidak turun ke hati. Apalagi jadi mewujud di bumi, menjadi amal, dan karya fenomenal.

Rabb. Bisakah malam ini kumengeluh sejenak. Tentang syurga ilmuMu yang Engkau limpahkan pada sekelilingku bersama hadirnya saudara-saudaraku. Tentang rumah impian para pujangga cita yang telah menggariskan dan menebalkan setebal-tebalnya ukiran cita mulia di hatinya juga di untaian-untaian doanya. Juga tentang ummat ini yang belum lagi menemukan orang-orang yang mau peduli dengan kemaslahatan diri mereka. Dan juga tentang para manusia harapan berwajah bersih karena bersih hati yang jadi penyebabnya, yang diharapkan para pendahulu mereka. Bahwa kini harapan dan optimisme itu kini seolah usai karena dicabik kesia-siaan. Tercabik kemaksiatan. Dan terinjak kesombongan.

to be continued..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi