Cost Advantages Pariwisata

Justify FullMenurut data perkembangan pengunjung mancanagera(Kemenbudpar, 2009) yang menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata, terdapat 6.452.259 pengunjung dengan tingkat pertumbuhan 0,36% pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008. Tercatat pengeluaran di lokasi-lokasi destinasi wisata sebesar 995,93 USD per kunjungan dengan besaran 129,57 USD per hari. Menghabiskan setidaknya rata-rata 8 hari untuk menetap di destinasi wisata yang menjadi pilihan para wisatawan. Dengan jumlah pengunjung sebagaimana disebutkan dan rata-rata menetap di lokasi wisata, penerimaan devisa yang diperoleh dari wisatawan mancanegara mencapai 6.302,50 juta USD (termasuk 128.529 penumpang transit internasional dengan penerimaan devisa 6.297,99 juta USD), meskipun mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 14,57% dari tahun 2008.

Dari data di atas kita bisa mencermati bahwa kemampuan pariwisata Indonesia masih dalam tahap perkembangan yang memerlukan perlakukan atau pengelolaan yang intens dan diberikan ruang kondusif untuk terus mendiversifikasi produk pariwisata berikut pelayanan yang diberikan untuk memperbesar secara konsisten pertumbuhannya. Baik dari jumlah pengunjung domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke destinasi-destinasi wisata Indonesia maupun devisa yang bisa diperoleh dari sektor pariwisata untuk meningkatkan penerimaan negara. Sebab, pertumbuhan pariwisata setiap tahun selalu berfluktuasi secara ekstrim, yang mengisyaratkan bahwa Indonesia sebagai destinasi wisata belum memiliki atau tepatnya belum memperkuat branding visit bagi pengunjung. Artinya, keunggulan (advantage) pariwisata Indonesia dibandingkan lokasi wisata mancanegara lain, belum memiliki tingkat branding yang baik secara merata. Kurang lebih satu atau dua destinasi wisata yang memiliki brand image yang unggul. Misalnya Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan sebagian pengamat pariwisata hanya berani mengklaim bahwa entry point (pintu masuk) pariwisata nasional masih didominasi Bali sebagai icon pariwisata nasional. Maka, jika ingin mengembangkan pariwisata nasional secara merata dengan memperbanyak pintu masuk pariwisata, insentif dan investasi pariwisata menjadi konsekuensi logis untuk diagendakan baik oleh pemerintah maupun pelaku bisnis(pemodal).

Bagi pemerintah, sudut pandang terhadap pariwisata sebagai mesin maksimalisasi penerimaan negara (pendapatan devisa) setidaknya harus ditinjau kembali. Reorientasi sektor pariwisata harus dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan pelaku bisnis. Bahwa selain sebagai mesin penerimaan devisa, sektor pariwisata juga mampu memberdayakan sektor riil ekonomi wilayah destinasi wisata tersebut. Kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan peluang usaha dan pelayanan kepada pengunjung mancanegara pada saatnya juga akan meningkatkan kesejahteraan mereka. Selain pada saat yang sama tetap mampu melestarikan budaya daerah setempat.

Era Otonomi Daerah saat ini, harusnya masing-masing pemerintah daerah mampu bersinergi dalam mengembangkan wilayah pariwisata masing-maisng tanpa perlu adanya irisan persaingan yang malah mendestruksi keunggulan pariwisata daerah. Kebijakan regulatif dan insentif pajak terhadap sektor kepariwisataan bisa diimplementasikan secara efektif. Tidak perlu terlalu terburu-buru dalam mengubah kebijakan maupun review anggaran. Tapi hanya perlu menjalankan program yang sudah ditetapkan dan APBD yang dialokasikan secara benar. Selain itu, pemerintah pusat pun harus mengetahui sebaran wilayah pariwisata yang memiliki potensi untuk dijadikan entry point pariwisata nasional. Sehingga, pada wilayah-wilayah tersebut antara pemrintah pusat dengan pemerintah daerah bisa mengambil kebijakan yang integrative. Dengan harapan, adanya penumbuhkembangan sektor pariwisata di wilayah potensial tersebut. Sehingga pada proses selanjutnya, pemerintah bisa menyinergikan pertumbuhan sektor pariwisata secara kontinu dengan investor. Sebab mayoritas investor memiliki sudut pandang yang sama menganai sektor pariwisata. Yaitu, “High Investment, not Quick Yield”. Artinya sektor pariwisata membutuhkan investasi yang tinggi dengan tinglat pengembalian yang sangat lama (long term). Hal ini menjadi pertimbangan utama investor yang masih berharap mendapatkan keuntungan yang segera. Namun, jika pemerintah mampu meyakinkan para investor setelah munculnya keunggulan (brand) destinasi wisata berikut dengan potensi bisnis yang akan diperoleh, maka bukan hal yang tidak mungkin Indonesia sebagai destinasi wisata paling atraktif di asia tenggara bahkan asia pasifik.

Tentunya kebijakan dan agenda integral ini membutuhkan alokasi dana yang setidaknya akan didistribusikan pada pos-pos berikut. Pertama, pos diversifikasi produk dan pelayanan di lokasi wisata. Diversifikasi produk tidak hanya sebatas pada “rekayasa” harga saja, tetapi juga termasuk keunggulan panorama alam, budaya daerah, seremoni-seremoni adat dan pelayanan akomodasi bagi pengunjung. Hal ini akan memberikan value added selain diterapkannya harga yang kompetitif. Kedua, pos fasilitas penunjang pariwisata. Misalnya, mudahnya aksesibilitas destinasi wisata dengan adanya pelabuhan, bandara internasional, dan sarana transportasi lain yang memadai. Hal ini banyak dikeluhkan oleh para pengunjung mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, bahwa sarana penunjang cukup banyak memberikan kontribusi dalam mempermudah dan memberikan kenyamanan saat berkunjung. Ketiga, pos insentif investasi. Bisa dilakukan seperti penerapan tax holiday, permodalan atas asas kemitraan dan tarif skema pajak amupun retribusi yang lunak.

Pada akhirnya kita semua sangat berharap dengan bertumbuhnya sektor pariwisata memberikan kontribusi dalam mengatasi persoalan-persoalan bangsa yang sudah seperti benang kusut. Yang kita semua juga sulit mencermati harus memulai dari mana untuk mengurainnya. Tapi setidaknya, semua sektor, terutama sektor pariwisata, yang berkembang sustainable ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempererat persatuan bangsa dengan memahami dan berbangga atas keragaman yang ada di Indonesia. Semoga saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi