Lika Liku Laki-Laki

Ya. Petang ini. Salah satu ‘ritual’ saya melepas kelelahan adalah dengan merenungi hikmah atau pengembaraan ke dalam jiwa atas aktivitas yang saya lakukan dari hari ke hari untuk tidak lain agar semakin mengenal Rabb Semesta Alam saja. Allah SWT. Kali ini Saya tertarik untuk merenungi perjalanan diri berjibaku dengan waktu, berlelah-lelah dengan upaya, bersabar-sabar dengan kepedihan, dan pada tiap lorong keputusasaan saya mengusir rasa takutnya dengan berdoa dalam pengharapan. Ini tentang hidup yang telah lewat yang telah jadi sejarah kehidupan diri. Pada memori-memorinya masih saja menyimpan ‘keghaiban’ bagaimana takdir Allah itu ‘bekerja’ menuntun dengan lembut atau bahkan dengan paksa tangan seorang mukmin untuk merasakan takdir-takdir Allah menjadi warna pada episode kehidupannya.
Mengenang, membuka-buka lembaran demi lembaran catatan rencana hidup beberapa masa yang telah lewat. Pada sebagiannya masih tertempel di lemari dimana tempat saya melihatnya dari waktu ke waktu sampai saat ini. Yang kemudian saya rasakan dan kemudian saya pahami atasnya adalah bahwa Allah lebih banyak memberikan apa yang tidak kita rencanakan dan kita minta. Kemudian mengganti apa yang kita rencanakan dengan bentuk-bentuk yang memang sejatinya lebih kita dan orang lain butuhkan. Dan pada ketidakmengertian tentang permintaan-permintaan yang telah terpanjatkan dalam doa-doa yang khusyuk namun Allah menggantinya dengan ‘takdir’Nya yang lain, saya menganggap, demikianlah Allah bentuk kekuasaanNya. Pada kekuasaanNya itu, Allah bersama KasihNya, menuntun lembut agar kita mau mengenaliNya lebih banyak dari waktu ke waktu. Di samping dengan kekuasaanNya itu pula, Allah ‘dengan sengaja’ mengenalkan DiriNya pada hambaNya.
Barangkali petuah-petuah hikmah Ibnu Atha’ilah bisa memberi sedikit penjelasan di tengah ghaibnya rahasia Allah SWT.
“Janganlah menutut Rabbmu karena permohonanmu belum dikabulkan olehNya. Akan tetapi, tuntutlah dirimu sendiri yang mungkin belum memenuhi syarat bagi suatu permohonan.”
(Ibnu Atha’ilah, Kitab Al Hikam, no.99)
(Ibnu Atha’ilah, Kitab Al Hikam, no.99)
Pada ketidakmengertian yang lainnya adalah, sebagian besar yang hanya terbesit dalam hati saja, meskipun tanpa waktu-waktu khusus untuk mengadukannya kepada Allah melalui do’a, Allah lantas mengabulkannya dalam tempo waktu yang tidak diperkirakan. Cepatnya, halusnya, lembutnya. Hingga dengan demikian pula, Allah menunjukkan lagi sedikit kekuasaanNya. Dan saya, sering tidak sanggup membendung deras airnya tumpah ruah di wajah. Sebagai bentuk taubat dan permohonan ampunan, atas ketidakpatutan prasangka-prasangka yang lewat di perlintasan pikiran atas rencana yang lain yang Allah gantikan dengan rencanaNya.
Kini, saya merancang rencana hidup kembali untuk beberapa waktu mendatang dengan lebih spesifik. Dan kali ini dengan penuh kesadaran sembari membalutnya dengan nuansa iman, bahwa akan banyak lagi ragam kekuasaan Allah yang akan saya temui dan akan saya rasakan. Untuk setidaknya saya mau membuktikan dan membenarkan suatu saat nanti tentang apa yang Ibnu Atha’ilah katakan :
“Tidak ada yang menyegerakan (terkabulnya doa) kecuali saat terdesak, dan tidak ada yang bisa mempercepat tibanya pemberian Allah kepadamu kecuali rasa rendah diri serta sikap membutuhkan.”
(Ibnu Atha’ilah, Kitab Al Hikam, No. 117)
(Ibnu Atha’ilah, Kitab Al Hikam, No. 117)
Ini memang lika-likunya laki-laki..:)
Komentar
Posting Komentar