Berfikir Kala Sakit

Tiga hari bed rest karena sakit di kepala kambuh lagi, sudah cukup membuat saya banyak berfikir tentang apa saja yang telah saya lakukan pada waktu-waktu yang telah lewat dan menjadi sejarah. Bahwa memang Allah punya ‘caranya sendiri’ mengajarkan pada hambaNya untuk bisa lebih bijak mengambil sikap pada waktu-waktu mendatang setelah menyadari satu per satu uraian kekeliruan yang telah terjadi karena kebodohan dan kealpaan diri. Karena pada saat kesempatan sakit itu tiba, terbuka juga kesempatan besar mengingat-ingat ragam kejadian yang boleh jadi juga sebagai musabab ditimpakannya rasa sakit tersebut.
Saya sampai pada kesepakatan setelah dialog imajiner antara perasaan-perasaan khawatir saya di alam jiwa dengan logika-logika kebenaran yang saya kumpulkan di alam pikiran. Bahwa ketika kita hanya menjadikan hidup sebatas untuk tetap berada pada jalan menuju syurga, maka bukanlah menjadi persoalan apabila perasaan-perasaan khawatir itu ternyata tidak ada kaitannya sama sekali dengan jalan kita menuju syurga. Dan ketika lembar demi lembar saya buka Kitab al Hikam yang dianggap magnum opusnya Syaikh Ibnu Atha’ilah as Sakandari, saya menemukan ungkapan hikmah berikut:
Maka, demikianlah saya membenarkan.
Catatan Harian, Ahad 26 Desember 2011
Saya sampai pada kesepakatan setelah dialog imajiner antara perasaan-perasaan khawatir saya di alam jiwa dengan logika-logika kebenaran yang saya kumpulkan di alam pikiran. Bahwa ketika kita hanya menjadikan hidup sebatas untuk tetap berada pada jalan menuju syurga, maka bukanlah menjadi persoalan apabila perasaan-perasaan khawatir itu ternyata tidak ada kaitannya sama sekali dengan jalan kita menuju syurga. Dan ketika lembar demi lembar saya buka Kitab al Hikam yang dianggap magnum opusnya Syaikh Ibnu Atha’ilah as Sakandari, saya menemukan ungkapan hikmah berikut:
“Allah melapangkan keadaanmu, agar engkau tidak selalu dalam kesempitan. Dan Allah menyempitkan keadaanmu, agar engkau tidak selalu dalam kelapangan. Dan Dia melepasakanmu dari keduanya, agar engkau tidak bergantung pada sesuatu selain-Nya.”
(Al Hikam, Ibnu Atha’ilah No. 72)
(Al Hikam, Ibnu Atha’ilah No. 72)
Maka, demikianlah saya membenarkan.
Catatan Harian, Ahad 26 Desember 2011
Komentar
Posting Komentar