Jangan Cabut Subsidi BBM !!
Terkait Subsidi BBM, pemerintah memprediksi bahwa subsidi akan mengalami pembekakan di akhir tahun dan melewati pagu yang dipatok dalam APBNP 2014 yakni sebesar Rp. 246,49 Trilyun apabila tidak ada kebijakan untuk melakukan penyesuaian harga BBM. Laporan realisasi anggaran Kementerian Keuangan menunjukkan, di Triwulan kedua 2014, realisasi penyaluran subsidi BBM mencapai Rp 100,7 triliun. Angka itu melonjak tajam dibanding realisasi pada periode triwulan I 2014 yang hanya Rp 20,0 triliun. Sehingga realisasi subsidi untuk semester pertama 2014 mencapai Rp. 120,7 Trilyun, atau sudah mencapai setengah dari pagu anggaran subsisi BBM menurut APBNP 2014. Hal ini dikhawatirkan karena biasanya pada semester kedua konsumsi BBM subisdi selalu lebih tinggi dari paro pertama tiap tahunnya. Pemerintahan SBY menjelang berkahirnya ini sudah melakukan langkah-langkah penghematan, mendisiplinkan alokasi subsidi agar tidak salah penyaluran dan dimaksudkan untuk menghindari membengkaknya subsidi BBM agar tidak melampaui kuota 46 juta kiloliter yang sudah ditetapkan dalam APBN-P 2014. Namun apakah hal ini akan efektif mencegah bengkaknya subsidi BBM yg melampaui pagu anggaran, belum dapat dilihat efektifitasnya. Dan nampaknya opsi menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan opsi yang dianggap pemerintah paling realistis, sehingga memaksa pemerintahan baru untuk mengeluarkan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi, yang tentunya kebijakan ini bukanlah kebijakan yang populis karena akan berdampak bagi kesejahteraan rakyat yang menurun. Yang boleh jadi akan terjadi penambahan orang miskin baru, terjadi inflasi pada barang-barang kebutuhan pokok dan transportasi.
Kita perlu mengingat dan memahami kembali bahwa subsidi BBM merupakan cerminan daripada pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum dan moral negara secara sekaligus kepada rakyat. Oleh sebab subsidi melindungi rakyat Indonesia dari para spekulan dan produsen minyak, yang dengan sangat mudahnya merekayasa fluktuasi harga minyak dunia. Memang harga yang diserahkan kepada pasar merupakan cerminan dari interaksi supply dan demand yang pada akhirnya akan terjadi yang dinamakan harga keseimbangan. Namun hal demikian dapat bisa diterima apabila keseimbangan harga tercipta tanpa adanya distorsi terhadap pasar. Artinya tidak ada para spekulan yang bermaksud mengendalikan harga pada titik keseimbangan tertentu untuk kepentingannya atau segelintir diantara mereka, yang pada saat yang sama merugikan pelaku pasar secara umum.
Mari mengingat, bahwa Muhammad Hatta, founding fathers Negara Indonesia yang juga dikenal sebagai Tokoh Ekonomi Indonesia pernah menyatakan bahwa ruh dari Pasal 33 (2) dan (3) UUD 1945 adalah Pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar seperti membangun tenaga listrik, persediaan air minum, menyelenggarakan berbagai macam produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Apa yang disebut dalam bahasa Inggris "public utilities" diusahakan oleh Pemerintah. “Milik perusahaan besar tersebut sebaik-baiknya di tangan Pemerintah.” Masih ingat perihal Putusan Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 Oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Di Dalam putusan tersebut, MK membatalkan secara penuh Pasal 28 (2) dan (3), tidak lain oleh karena pasal ini berkaitan dengan penyerahan harga BBM dan Gas Bumi kepada harga pasar. Ini setidaknya cukup bagi Negara untuk tidak ada alas an apapun untuk mencabut subsidi BBM yang merupakan hak konstitusional rakyat Indonesia yang harus dilindungi. Siapapun ia, baik kaya maupun yang miskin. Karena tidak ada jamina bahwa yang kini kaya esok akan tetap kaya, begitupun sebaliknya.
Kenaikan harga BBM bersubsidi sudah berulang kali dinaikkan setidaknya pada pemerintahan Era SBY, yang diprediksi akan pula dilakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi oleh pemerintahan Jokowi – JK. Sudah terang benderang bahwa subsidi BBM merupakan hak konstitusional warga Negara yang harus dilindungi oleh pemerintah dan DPR. Janganlah absurd terkait subsidi yang melindungi hajat hidup rakyat banyak ini. Kenaikan BBM sebelum-sebelumnya sudah mengindikasikan bahwa Pemerintah secara gradual akan menyesuaikan harga BBM menjadi harga keekonomian atau harga pasar. Atas dasar apa pemerintah melakukan hal tersebut? Subsidi yang membebani APBN? Ya dalih klasik yang selalu diopinikan berulang-ulang kepada kita rakyat Indonesia. Saya khawatir opini atau isu yang berulang-ulang disampaikan sebagai justifikasi untuk mengurangi atau bahkan menghapus subsidi BBM, pada akhirnya akan menemukan momentum bahwa memang tidak ada jalan lain selain menghapus subsidi BBM, sebagaimana tahap-tahap yang sejak awal memang direncanakan. Ini pun diprediksi akan terjadi bahkan di sektor energy lainnya, seperti listrik dan gas (LPG). Lagi-lagi harusnya kita bertanya, dasar apa yang kemudian menjadi justifikasi untuk mencabut subsidi sehingga mengesampingkan bahkan menafikan hak konstitusional warga Negara yang sudah dijamin di dalam UUD sebagai konstitusi Negara. Sudah bukan hal yang rahasia, bahwa Negara kita Indonesia sedikit demi sedikit dikalahkan oleh kedaulatan korporasi yang hanya akan menguntungkan segelintir orang diantara mereka. Benar-benar aneh, kedaulatan Negara kalah dengan kedaulatan korporasi.
Sumber Foto : ww.lensaindonesia.com
Komentar
Posting Komentar