Tantangan Ekonomi Pemerintahan Baru

Setelah rakyat Indonesia menanti-nanti seperti apa akhir dari proses Pemilihan  Presiden 2014, setelah adanya gugatan pasangan Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi, kemarin, Kamis 21 Agustus 2014 tepat pukul 20.44 Majelis Hakim Konstitusi menolak gugatan Prabowo-Hatta untuk seluruhnya. Mk menilai bahwa dalil-dalil gugatan yang diajukan Prabowo-Hatta tidak terbukti, sehingga putusan penolakan seluruh gugatan tersebut, praktis memuluskan pasangan Jokowi- Jusuf Kalla ke Istana. Maka secara resmi Joko Widodo dan Jusuf Kalla akan memimpin pemerintahan baru selama 5 tahun ke depan.  

Belum lagi dilantik, pemerintahan baru ini sudah dihadapkan pada situasi ekonomi yang trennya cenderung mengkhawatirkan. Tidak ada jeda untuk sekedar berleha-leha bagi Jokowi-Jk selepas resmi menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode selanjutnya. Segudang tugas sudah menanti untuk diselesaikan dan perlu segera dikeluarkan kebijakan yang secara kompehensif menjaga perekonomian agar tetap stabil dan kondusif bagi pelaku pasar. Tentunya kesejahteraan rakyatlah pada akhirnya yng harus dikedepankan dan terus senantiasa diprioritaskan oleh pemerintahan baru sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar.

Adapun tantangan-tantangan ekonomi yang gambling mengemuka adalah pertama, bagaimana menjalankan sejumlah program yang dicanangkan pada visi misi Jokowi-JK yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat ditengah perekonomian domestik dan global yang tidak menentu. Di dalam negeri, berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) per 8  Mei 2014 lalu pertumbuhan ekonomi pada kwartal ke 2 sempat mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan pada kwartal pertama yang capai 5,21%. Hal ini oleh beberapa pengamat disebabkan oleh investasi yang melambat oleh karena berkaitan adanya hajat demokrasi di dalam negeri yakni pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Hal ini berpengaruh pada khawatirnya investor pada situasi yang dianggap penuh ketidakpastian. Dengan demikian, maka pemerintahan baru terpilih harus memastikan dan mengawal situasi dalam negeri kepadq situasi yang kembali penuh kepastian dan kondusif. Melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik ini tentunya secara mikro merupakan cerminan terjadi pula perlambatan kesejahteraan rakyat dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perbaikan ekonomi rakyat. 

Perekonomian global pun diprediksi mengalami penurunan pertumbuhan selepas Lembaga Moneter Internasional, IMF, diketahui telah menurunkan proyeksi pertumbuhan global di tahun 2014. Hal ini dipicu prediksi lemahnya petumbuhan ekonomi Negara-negara maju dan sebagian Negara berkembang termasuk Indonesia. Laporan IMF dalam tajuk World Economic Outlook menyatakan, "Pertumbuhan global dapat melemah dalam jangka panjang akibat rendahnya pergerakan ekonomi di negara-negara maju meski memiliki suku bunga yang rendah. Terlebih lagi, sejumlah kebijakan telah digulirkan untuk memulihkan perekonomiannya." Selain itu per 2015 yang sudah didepan mata, Indonesia akan menghadapi pasar bebas ASEAN yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tentunya selain peluang menguntungkan bagi Negara terdapat pula peluang kehancuran apabila kesiapan pasar dalam negeri tidak dipastikan hingga akhir tahun ini. 

Kedua, di sektor energi Pemerintahan Baru dihadapkan pada beban subsidi yang pada kwartal kedua ini kompak melonjak tajam. Subsidi BBM diprediksi akan mengalami pembekakan di akhir tahun dan melewati pagu yang dipatok dalam APBNP 2014 yakni sebesar Rp. 246,49 Trilyun apabila tidak ada kebijakan untuk melakukan penyesuaian harga BBM. Laporan realisasi anggaran Kementerian Keuangan menunjukkan, di Triwulan kedua 2014, realisasi penyaluran subsidi BBM mencapai Rp 100,7 triliun. Angka itu melonjak tajam dibanding realisasi pada periode triwulan I 2014 yang hanya Rp 20,0 triliun. Sehingga realisasi subsidi untuk semester pertama 2014 mencapai Rp. 120,7 Trilyun, atau sudah mencapai setengah dari pagu anggaran subsisi BBM menurut APBNP 2014. Hal ini dikhawatirkan karena biasanya pada semester kedua konsumsi BBM subisdi selalu lebih tinggi dari paro pertama tiap tahunnya. Pemerintahan SBY menjelang berkahirnya ini sudah melakukan langkah-langkah penghematan, mendisiplinkan subsidi agar tidak salah penyaluran dan dimaksudkan untuk menghindari membengkaknya subsidi BBM agar tidak melampaui kuota 46 juta kiloliter yang sudah ditetapkan dalam APBNP 2014. Namun apakah hal ini akan efektif mencegah bengkaknya subsidi BBM yg melampaui pagu anggaran, belum dapat dilihat efektifitasnya. Dan nampaknya opsi menaikkan harga BBM bersubsidi tidak bisa dihindari, sehingga memaksa pemerintahan baru untuk mengeluarkan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi, yang tentunya kebijakan ini bukanlah kebijakan yang populis karena akan berdampak bagi kesejahteraan rakyat. Yang boleh jadi akan terjadi penambahan orang miskin baru, ketika terjadi inflasi pada barang-barang pokok dan transportasi yang sangat tinggi. 

Sementara itu, terkait subsidi listrik, realisasi subsidi periode triwulan kedua mencapai Rp 29 triliun, melonjak dibanding realisasi periode triwulan pertama  2014 yang sebesar Rp 16,6 triliun. Dengan demikian total realisasi subsidi listrik periode Januari - Juni 2014 mencapai Rp 45,6 triliun. Artinya subsidi listrik untuk semester pertama tahun ini telah mencapai 43,9% dari pagu anggaran dalam APBNP 2014 yang besarannya Rp. 103,81 Trilyun. Maka, sepanjang semester I 2014 total subsidi energi sudah mencapai Rp 166,3 triliun atau 47,4 persen dari pagu anggaran Rp 350,31 triliun. Tentu ini tantangan yang sangat tidak bisa dihindari mengingat hal ini akan dihadapi pada setidaknya 100 hari pertama pemerintahan Jokowi-JK. 

Ketiga, di sektor perpajakan pemerintahan baru pun juga dihadapkan pada sulitnya merealisasikan penerimaan pajak tahun ini. Berdasarkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp548,07 triliun sepanjang periode 1 Januari - 8 Agustus 2014. Artinya baru direalisasikan sekitar 51,11 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun ini sebesar Rp1.072,38 triliun. Sulitnya merealisasikan penerimaan pajak ini tentu akan berdampak pada potensi defisit anggaran yang semakin besar pasti akan terjadi dan menjadi tanggungan pemerintahan baru. 

Tentu masih banyak lagi sejumlah tantangan-tangan di bidang ekonomi bagi pemerintahan Jokowi-JK yang secara resmi akan dilantik Oktober 2014 nanti. Beberapa tantangan di atas hanyalah sebagian dari tantangan pelik yang perlu dikaji dan diatasi secara cermat. Tantangan-tantangan ini harusnya pula menjadi pertimnbangan penting bagi pemilihan kabinet baru yang berasal dari kalangan professional yang dengan kata lain tidak didasarkan pada kepentingan bagi-bagi kursi diantara para pendukungnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia (Insan) Sebagai Objek Kaderisasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

Konsep Dasar Akuntansi